Psikologi Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia hidup itu selalu menghadapi
yang namanya masalah, baik itu masalah pribadi maupun itu masalah bersama.
Diantara masalah itu ada yang dapat dipecahkan, namun ada juga masalah yang
tidak dapat diselesaikan. Kenapa demikian? Padahal pada hakekatnya tidak ada
permasalahan yang tidak dapat diselesaikan. Apakah mereka tidak berpikir?
Pada masa sekarang ini terjadi
kerusuhan dimana-mana, seperti tragedi priok yang menimbulkan korban tewas dan
kasus gayus tambunan yang memakan uang rakyat sebesar ± 28 milyar. Mengapa hal
itu bisa terjadi? Padahal mereka adalah orang-orang yang te/rpelajar. Mengapa mereka lebih
menggunakan otot daripada otak, ataupun lebih mementingkan hawa nafsu daripada
kepentingan rakyat?
Fenomena di atas masih hangat
dibicarakan dan belum menemukan benang merahnya. Lalu, apa yang mendasari
pikiran mereka sehingga melakukan hal-hal yang merugikan orang lain? Bukankah
sadar ataupun tidak manusia itu pada hakekatnya berfikir.
Fenomena lain yang dapat penulis
temukan yaitu keadaan Desa Simpang Kanan Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten
Rokan Hilir, yang dari 2 tahun lalu sewaktu penulis pergi dari desa tersebut
dan merantau ke pekanbaru masih terlihat sama seperti saat ditinggalkan.
Keadaannya masih seperti itu-itu saja tanpa ada perubahan yang moncolok. Apa
yang terjadi pada desa tersebut? Apakah tidak ada satu orangpun yang kreatif di
desa tersebut?
Sebelum menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, akan lebih baik jika penulis menyusunnya secara
sistematis dan menerangkan beberapa kajian teori ilmu yang menyangkut
permasalahan yang dihadapi.
B.
Rumusan Masalah
Jika dilihat permasalahan di atas,
maka akan timbul pertanyaan, lalu sebenarnya apakan berpikir itu? Di dalam
makalah ini akan dijelaskan beberapa rumusan masalah yang dirasa akan menjawab
semua pertanyaan itu yaitu tentang:
- Apa definisi berfikir?
- Kenapa manusia berfikir?
- Apakah macam-macam berfikir?
- Apakah definisi kreatifitas beserta ciri-cirinya?
C.
Tujuan
pembahasan
1. Untuk mengetahui
definisi berfikir.
2. Untuk mengetahui
kenapa manusia berfikir
3. Untuk mengetahui
macam-macam berfikir
4. Untuk mengetahui
definisi kreatifitas beserta ciri-cirinya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BERPIKIR
1. Defenisi Berpikir
Dalam mendefiniskan soal berpikir
ini terdapat adanya beberapa macam pendapat, di antaranya ada yang menganggap
berpikir sebagai suatu proses asosiasi saja, ada pula yang memandang berpikir
sebagai proses penguatan hubungan antara stimulus dan respons, ada yang
mengemukakan bahwa berpikir itu merupakan suatu kegiatan psikis untuk mencari
hubungan antara dua objek atau lebih, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa
berpikir merupakan kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher level cohnitive),
sering pula dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan aktivitas psikis yang
intensional.
Berpikir adalah serangkaian,
gagasan, idea atau konsepsi-konsepsi yang diarahkan kepada suatu pemecahan
masalah. Jika melihat arti berpikir seperti ini maka dapat dipahami bahwa
pengertian ini merujuk berdasarkan hasi berpikir dan tujuan berpikir. Jika
diuraikan adalah sebagai berikut:
Penulis mendefenisikan berpikir
adalah suatu proses pencarian gagasan, ide-ide, dan konsep yang diarahkan untuk
pemecahan masalah. Dikatakan sebagai proses karena sebelum berpikir kita tidak
mempunyai gagasan maupun ide, dan sewaktu berpikir itulah ide bisa datang
sehingga melahirkan berbagai pemikiran, diantaranya adalah pemikiran kreatif.
Berpikir juga dapat diartikan dengan
bertanya tentang sesuatu, karena disaat kita berpikir yang ada diotak kita
adalah berbagai pertanyaan analisa diantaranya adalah: apa, mengapa,
kenapa, bagaimana, dan dimana. Akan lebih mudah jika
diuraikan sebagai berikut:
Para ahli juga ada yang mendenisikan
berpikir dengan berbagai macam bentuk. Penulis mengambil satu pendapat yang
dikira tepat untuk menjelaskan apa itu berpikir, yaitu:
Drever,
ia mengemukakan masalah berpikir sebagai berikut: “Thinking is any course or
train of ideas; in the by a problem.” Dengan demikian, dapat dikemukakan
bahwa berpikir bertitik tolak dari adanya persoalan atau problem yang dihadapi
secara individu.[1]
Dari pendapat diatas dapat diartikan
bahwa berpikir menurut drever adalah merujuk pada pemecahan masalah (problem
solving).
2. Urgensi Berpikir
Salah satu yang membedakan manusia
dengan hewan terletak pada potensi nalar (nathiq), kegiatan nalar, atau
kegiatan berfikir dalam merenungkan objek pikir. Manusia diberikan akal sebagai
potensi untuk berpikir akan tetapi hewan hanya diberikan insting untuk
merasakan sesuatu. Eksistensi dan fungsionalisasi akal dapat meningkatkan
derajat dan status keberadaan manusia dalam menjalankan tugas sebagai pemegang
amanat (risalah) untuk menjalankan ibadah dan khilafah dibumi ini.
Di dalam al Qur’an dijelaskan bahwa
berpikir merupakan salah satu cara bersyukur terhadap nikmat yang diberikan
oleh allah swt, dan bersyukur tersebut juga merupakan ibadah. Hal itu
dikarenakan jika kita berpikir maka kita telah memanfaatkan potensi akal yang
diberikan oleh allah dengan tujuan mengemban amanat dan kemaslahatan umat.
Al Qur’an juga mengecam orang-orang
yang taklid[2] dan
orang-orang yang tidak mau menggunakan potensi inderawinya (indera lahir/indera
batin) dalam mengkaji, meneliti dan mendayagunakan anugerah alam semesta,
ataupun segala sesuatu yang bermanfaat di dunia ini untuk tujuan kepentingan
umat.
3. Tuntunan Berpikir
Al qur’an memberikan pedoman
metodologi, serta teknis penggunaan akal dengan sempurna, dan menuntun
orang-orang yang berpikir agar mencapai kebenaran yang hakiki. Diantara
tuntunannya yaitu sebagai berikut;
a. yaitu upaya membebaskan pemikiran
dari belenggu taklid serta mengunakan kebebasan berpikir sesuai dengan
prinsip-prinsip pengetahuan disini lebih ditekankan untuk lebih kritis terhadap
pemikiran orang lain
b. langkah meditasi dan pencarian bukti
atau data ilmiah empirik.
c. Yaitu langkah analisis, pertimbangan
dan induksi. Langkah ini merupakan kegiatan penalaran dengan berpedoman pada
prinsip-prisnsip untuk menemukan kebenaran ilmiah dan data-data empirik yang
ditemukan.
d. Langkah membuat keputusan ilmiah
yang didasarkan atas argumen dan bukti ilmiah.
4. Tujuan Berpikir
Tujuan berpikir tidak lain tidak
bukan untuk untuk menyelesaikan permasalahan yang menimpa seseorang, baik itu
masalah pribadi maupun masalah orang lain. Seperti pada permasalahan yang lalu
pada kerusuhan tragedi tanjung priok, seharusnya tidak terjadi tindakan anarkis
antara dua belah pihak jika mereka berpikir ilmiah tentang untung rugiinya
bertikai, karena hal itu tidak akan menyelesaikan masalah, dan malah akan
memperkeruh keadaan.
Berpikir juga mempunyai tujuan yang
lain yaitu untuk memenuhi kebutuhannya yang harus dipenuhi. Misalkan badu lapar
dan ingin makan, tetapi ia tidak bisa masak, maka ia akan berpikir agar
kebutuhannya dapat terpenuhi, misalkan mencari pembantu atau belajar memasak,
nah, disinilah berpikir bertujuan untuk memenuhi kebutuhan.
Tujuan berpikir selanjutnya
menurut agama islam yaitu agar dapat menyimpulkan mana yang haq (benar) dan
yang batil (salah). Pada contoh kasus gayus tambunan yang mengkorupsi uang
rakyat milyaran rupiah dia tidak dianggap berpikir dalam islam dan ia bukanlah
termasuk orang yang ulul albab. Meskipun ia seyogyanya berpikir, tetapi ia
tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Meskipun ia tahu ia
salah tapi ia tetap melaakukan perbuatan tersebut, padahal tindakannya adalah
tindakan pengkhianatan terhadap hatinya.
Satu lagi tujuan berpikir yang tidak
mungkin ditinggalkan adalah untuk mengambil suatu keputusan. Misalnya seseorang
manajer yang akan menerima karyawan, sedang melakukan test, ataupun seorang
wanita yang ditembak oleh seorang cowok, Maka ia akan berpikir.
5. Macam-Macam Berpikir
Selama kita berada dalam keadaan
jaga, maka gagasan-gagasan akan tercampur dengan ingatan, gambaran, fantasi,
persepsi dan asosiasi-asosiasi. Dalam proses berpikir orang menghubungkan
pengertian satu dengan pengertian lain untuk mendapatkan pemecahan dari persoalan
yang dihadapi. Pengertian-pengertian itu dapat dinyatakan dengan kata-kata,
gambar, simbol-simbol atau bentuk-bentuk lain.[3]
Menurut Kartono, ada enam pola
berpikir, yaitu:
1. Berpikir konkrit, yaitu berpikir
dalam dimensi ruang, waktu, dan tempat tertentu.
2. Berpikir abstrak, yaitu berpikir
dalam ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya.
3. Berpikir klasifikatoris, yaitu
berpikir mengenai klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat
tertentu.
4. Berpikir analogis, yatiu berpikir
untuk mencari hubungan antar peristiwa atas dasar kemiripannya.
5. Berpikir ilmiah, yaitu berpikir
dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai
pembuktian-pembuktian.
6. Berpikir pendek, yaitu lawan
berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali
tidak logis.
Sedangkan menurut Morgan, Berpikir
terbagi menjadi dua, yaitu: berpikir autistic dan berpikir realistik. Autistik
(autistic thinking) yaitu proses berpikir yang sangat pribadi
menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat pribadi, contohnya mimpi.[4]
Dalam berpikir autistic, orang
melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar
fantastis. Kegiatan mental yang melantur ini tidak mempunyai tujuan yang
tertentu, dan sering kali dinamakan pikiran (berpikir) tidak terarah, atau arus
kesadaran atau kesadaran jaga biasa.[5]
Sedangkan berpikir realities,
disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan
diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch menyebutkan empat macam berpikir
realistic, antara lain: deduktif, induktif, evaluatif dan analogis.
1. Berpikir Deduktif.
Berpikir deduktif ialah mengambil
kesumpulan dari dua pernyataan, yang pertama merupakan pernyataan umum. Dalam
logika, ini disebut silogisme. Berpikir deduktif dapat dirumuskan, “Jika A
benar, dan B benar, maka akan terjadi C”. Dalam berpikir deduktif, kita mulai
dari hal-hal yang umum pada hal-hal yang khusus.
2. Berpikir Induktif
Berpikir induktif sebaliknya,
dimulai dari hal-hal yang khusus dan kemudian mengambil kesimpulan umum, kita
melakukan generalisasi. Ketapatan berpikir induktif bergantung pada memadainya
kasus yang dijadikan dasar.
3. Berpikir evaluatif.
Berpikir evaluatif ialah berpikir
kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam
berpikir evaluatif, kita menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilai menurut
kriteria tertentu yang agak mirip dengan berpikir evaluatif adalah berpikir
analogi.
4. Berpikir Analogi.
Berpikir analogi adalah berpikir
kira-kira, yang didasarkan pada pengenalan kesamaan. Umumnya orang menggunakan
perbandingan kesamaan. Umumnya orang menggunakan perbandingan atau kontras.[6]
B.
BERTINDAK KREATIF
1.
Defenisi kreatif
Kreativitas adalah segala bentuk
kemampuan mewujudkan daya upaya menciptakan sesuatu yang asli (original), baru
sekali, spesifik, expresif, imaginatif, dan unik. Disini dimaksudkan sesuatu
yang baru yaitu memang belum ada orang lain yang melakukannya atau seandainya
ada yang sudah berhasil melakukannya itu tidak ddilingkungannya. Sedangkan yang
dimaksud dengan original asli ialah bahwa yang dilakukannya memang berdasarkan
pemikirannya bukan pemikiran orang lain, dan tidak menjiplak (plagiat).
Pada hakikatnya, pengertian kreatif
berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang mengahasilkan sesuatu
yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Menurut Moreno, yang
penting dalam kreativitas bukanlah penemuan sesuatu yang belum pernah diketahui
orang sebelumnya, melainkan bahwa produk kreativitas itu merupakan sesuatu yang
baru bagi diri sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang
lain atau dunia pada umumnya, misalnya seorang siswa menciptakan untuk dirinya
sendiri suatu hubungan baru dengan siswa/orang lain.[7]
Pembahasan kreativitas sering
dihubungkan dengan kecerdasan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa siswa yang
tingkat kecerdasannya (IQ) tinggi berbeda-beda kreativitasnya dan siswa
yang kreativitasnya tinggi berbeda-beda kecerdasannya. Dengan perkataan lain,
siswa yang tinggi tingkat kecerdasannya tidak selalu menunjukkkan tingkat
kreativitas yang tinggi, dan banyak siswa yang tinggi tingkat kreativitasnnya
tidak selalu tinggi tingkat kecerdasannya.[8]
Keterangan diatas sesuai dengan
pendapat Moreno yang menyatakan bahwa tidak benar kalau kita beranggapan bahwa
hanyalah siswa-siswa (atau orang-orang) yang sangat cerdas saja yang dapat
menjadi kreatif. Dalam kenyataan, akan menjadi sukarlah untuk hidup secara
normal tanpa adanya kreativitas, karena kreativitas itu perlu untuk menghadapi
perubahan-perubahan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia.
Taylor dan Holland menerangkan bahwa
kecerdasan hanya memegang peranan yang kecil saja di dalam tingkah laku
kreatif, dan dengan demikian tidak memadai untuk dipakai sebagai ukuran
kreativitas. Dalam hubungan ini Klausmeier & Ripple menjelaskan bahwa
janganlah kita lalu berkesimpulan atau mengharapkan bahwa orang yang
kecerdasannya (IQ-nya) rendah atau normal akan dapat menjadi sama
kreatifnya dengan orang yang kecerdasannya tinggi. Di kalangan orang yang
tingkat kecerdasannya sama, terdapat perbedaan kreativitas.[9]
Dalam hal ini sebaiknya kita tidak
mengadakan pemisahan antara cerdas dan kreatif, pembedaan itu sebaliknya
dilakukan antara orang-orang yang cerdas tetapi tidak kreatif, dengan
orang-orang yang cerdas dan kreatif. Persoalannya sekarang ialah mengapa di
antara orang-orang yang tingkat kecerdasannya tinggi itu hanya beberapa saja
yang kreatif.
2.
Kondisi yang dapat menimbulkan pemikiran kreatif
Pemikiran kreatif muncul bukan
disebabkan karena kebetulan atau ketidaksengajaan. Pemikiran ini dilahirkan
oleh beberapa faktor, diantara dikarenakan kondisi-kondisi tertentu. Adapun
kondisi-kondisi yang melahirkan pemikiran kreatif tersebut ialah sebagai
berikut:
a. Pemikiran kreatif muncuk bila
seseorang mudah dalam menerima sesuatu. Jika ia sussah menerima hal baru maka
ia akan menyangkal kreatif dan tidak mau melakukannya.
b. Meskipun banyak orang mengatakan
kreatif itu tidak dapat dicari-cari, tapi penulis menyatakan bahwa kreatif itu
dapat dicari dengan cara berpikir sehingga mampu menemukan hal baru. Memang
kemungkinan kreatif datang sendiri tak dapat dipungkiri karena manusia
mempunyai pikiran alam bawah sadar.
c. Pemikiran kreatif tidak mudah
dikontrol, bahkan pemikiran ini perlu didukung sikap-sikap yang melekat pada
diri kita sendiri. Jika ada sesuatu hal yang kita anggap kreatif namun kita tak
mampu melakukannya berarti kita tidak mempunyai kecakapan untuk bertindak
kreatif.
d. Pemikiran kreatif bisa datang
sendiri atau didatangkan dengan berbagai usaha dan kondisi yuang mendukungnya.
e. Menenggelamkan diri pada satu pokok
masalah saja. Apabila kita terfokus pada suatu permasalahan, maka kita kemungkinan
besar akan menemukan ide yang kreatif karena tidan terpengaruhi oleh masalah
yang lain.
f. Disini bukan saja terfokus kepada
satu masalah yang harus dipikirkan, tetapi juga terhadap permasalahan yang
harus dipecahkan.
g. Kemampuan menangkap permasalahannya.
Apabila seseorang mempunyai kecakapan dalam memecahkan masalah, maka ia mudah
mendapatkan ide kreatif.
h. Memanfaatkan kekeliruan dan
meninggalkan kebiasaan. Disini apabila kita ingin mendapatkan ide kreatif maka
kita harus meninggalkan bias akan tradisi, karena akan mempengaruhi pikiran
kita menjadi kolot dan tak berkembang.
Kondisi di atas hanyalah sedikit
gambaran untuk sebagai pedoman jika kita ingin kreatif. Ternyata kreatif
sendiri itu dapat kita bentuk dalam diri kita dengan menyiapkan mental untuk
menerima hal baru yang belum pernah dilakukan orang lain yan tentu saja akan
mendapatkan respon yang berbeda-beda.
3.
Ciri-ciri orang kreatif
Manusia kreatif mempunyai
karakteristik yang spesifik dan kita perlu mengenal ciri-cirinya yang spesifik
sebagai manusia kreatif, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hasrat keingintahuan yang cukup
besar. Orang kreatif cenderung berkembang terus sampai ia menemukan hal yang ia
inginkan.
b. Bersikap terbuka terhadap pengalaman
baru. Orang kreatif selalu merespon baik pada pengalaman baru dengan mengambil
sisi yang positifnya.
c. Panjang akal, selalu mempunyai cara
untuk menyelesaikan masalahnya dan selalu dengan cara yang berbeda walaupun
pada masalah yang sama.
d. Keinginan untuk menemukan dan
meneliti.
e. Cenderung lebih menyukai tugas yang
berat dan sulit. Menyukai segala sesuatu yang berbau tantangan karena akan
meningkatkan gairahnya.
f. Cenderung mencari jawaban yang luas dan
memuaskan. Selalu berpikiran luas dan tidak puas mendapat 2 jika ia bisa dapat
5.
g. Memiliki dedikasi bergairah serta
aktif dalam melaksanakan tugas.
h. Berpikir fleksibel. Tidak kaku dalam
berpikir ataupun kolot.
i.
Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi
jawaban lebih banyak.
j.
Kemampuan membuat analisis dan sintesis.
k. Memiliki semangat bertanya serta
meneliti.
l.
Memiliki daya abstraksi yang cukup baik.
m. Memiliki latar belakang membaca yang
cukup luas.
Ciri-ciri di atas dapat kita jadikan
patokan untuk mengetahui orang-orang yang kreatif, namun, jika kita ingin
menjadi orang yang kreatif maka kita harus melihat tuntunannya dan
mengikutinya. Demikian bahasan yang dapat penulis uraikan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ternyata, setelah penulis menelaah
materi tentang berpikir dan bertindak kreatif, keduanya memiliki hubungan yang
erat yaitu berupa turunan, maksudnya berpikir itu mempunyai cabang yang
bermacam-macam dan diantaranya berpotensi akan memunculkan sebuah ide maupun
tindakan kreatif.
/Dapat disimpulkan pula bahwa setiap permasalahan dapat
dipecahkan dengan berpikir, tergantung kemampuan kita dalam memanfaatkan
inderawi kita. Dan dapat dipahami bahwa setiap aspek kehidupan kita selalu terdapat
perbuatan yang disebut berpikir, walaupun dalam artian yang sempit.
Jadi orang yang berpkir itu dalam
kajian islam adalah hamba allah yang menggunakan potensi hidayah akalnya dalam
memikirkan objek pikirnya yang berupa ayat-ayat allah yang tertulis (qur’aniyah),
serta tanda-tanda kekuasaan allah dalam realitas alam dan hukumnya (kauniyah),
dalam terminologi alqur’an disebut ulul albab.
Artinya, “Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Kita dapat menciptakan suatu suasana
yang kreatif, namun kita tidak mudah untuk bertindak kreatif karena orang
kreatif harus mempunyai kecakapan yang mendukung untuk bertindak kreatif.
B.
Saran
Setelah menyelesaikan tugas ini,
penulis menyumbangkan beberapa ide agar dapat berguna untuk para pembaca
sebagai pemecahan masalah. Apabila anda menemukan suatu permasalahan yang
sangat suliat anda anggap untuk dipecahkan berusahalah untuk berpikir asosiatif
sehingga dapat menghubungkan dengan penyelesaian lain yang mungkin berguna.
Apabila anda ingin menjadi orang
yang kreatif, hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan menyiapkan diri
untuk bertindak kreatif, selanjutnya menyiapkan lingkungan yang kondusif, yang
mendukung segaa aktifitas kreatif anda, sehingga jika anda mencoba untuk
berpikir hal yang baru itu akan membuat pengalaman yan baru untuk anda.
Di dalam menyelesaikan masalah
apapun itu, mengambil keputusan atau ingin mencari ide baru, maka hal
yang harus dilakukan pertama kali adalah berpikir. Dan berpikir itulah yang
akan membuat masalah anda terselesaikan, akan tetapi tidak terbatas pada
pikiran sendiri, kita bisa meminta pendapat orang lain untuk mengembangkannya.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Sambas, Syukriadi, Mantik Kaidah Berpikir Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000)
·
Santrock, John W. Psikologi Pendidikan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007)
·
Saleh, Abdul Rahman, Psikologi Suatu Pengantar Dalam
Perspektif Islam, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008)
·
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, (Jakarta:
PT. Remaja Rosakarya, 1990)
·
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003)
·
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2005)
[1] Abdul Rahman
Saleh, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), 226
[2] Orang yang
tidak mendayagunakan akal pikirannya, hanya mengikut saja tanpa ingin tahu
alasannya.
[5] Tohirin, Psikologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005), 97
Tidak ada komentar:
Posting Komentar