Jumat, 09 Mei 2014

PSIKOLOGI BERFIKIR

BERFIKIR SEBAGAI AKTIFITAS MENTAL 

Berfikir mencakup banyak aktifitas mental. Kita berfikir saat memutuskan barang apa yang akan kita beli di toko. Kita berfikir saat melamun sambil menunggu kuliah pengantar psikologi dimulai. Kita berfikir saat kita mencoba memecahkan soal ujian di berikan di kelas, kita berfikir saat menulis artikel, menulis makalah, menulis surat, membaca buku, membaca koran, dll
Berfikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Akan tetapi pikiran manusia, walaupun tidak bisa di pisahkan dari aktivitas kerja otak, lebih dari sekedar kerja organ tubuh yang di sebut otak. Kegiatan berfikir juga melibatkan sekuruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia. Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada objek tertentu, menyadari kehendaknya seraya secara aktif meng hadirkan dalam pikiran kemudian mempunyai suatu gagasan atau wawasan tentang objek tersebut.
Berpikir juga berarti jerih payah secara mental untuk memahami suatu mental untuk memahami sesuatu yang di alami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dalam berfikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, meng hitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah-milah atau membedakan, meng hubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat analisis dan sintesis, menalar atau menarik kesimpulan dari premis-premis yang ada, menimbang, dan memutuskan.
Biasanya, kegiatan berfikir dimulai ketika muncul keraguan dan pertanyaan untuk dijawab atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan. Seperti dikemukakan oleh Charles S. Pierce, dalam berfikir ada dinamika gerak dari adanya gangguan suatu keraguan (irritation of doubt) atas kepercayaan atau keyakinan yang selama ini dipegang, lalu terangsang untuk melakukan penyelidikan (inquiry), kemudian diakhiri (paling tidak untuk sementara waktu) dalam pencapaian suatu keyakina baru (the attainment of belife).
Kegiatan berfikir juga di rangsang oleh kekaguman dan keheranan dengan apa yang terjadi atau di alami.  Kekaguman dan keheranan tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab. Jenis, banyak,sedikit, dan mutu pertanyaan yang di ajukan bergantung pada minat, perhatian, sikap ingin tahu, serta bakat dan kemampuan objek yang bersangkutan. Dengan demikian kegiantang berfikir manusia selalu tersituasikan dalam kondisi konket subjek yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan berfikir manusia selalu tersituasikan dalam kondisi konkret yang subjek  yang bersangkutan.kegiatan berfikir juga di kondisikan oleh stuktur bahasa yang di pakai serta konteks sosio-budaya dan historis temat kegiatan berfikir dilakukan (Sudarminta, 2000).
Kita semuaberfikir, tetapi dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian anak umpamanya, tumbuh dengan kemahiran “alami” dalam bidang angka-angka, namun sebagian lainnya mempunyai kemampuan “intuitif” (bisikan (gerak) hati) dan ada juga yang anak-anak yang “bagus dalam berkata-kata”. Sebagian pria kerapkali mengatakan bahwa wanita cenderung  berfikir  “secara tidak logis”. Sebagian wanita juga mengatakan bahwa pria itu cenderung “tidak berperasaan”. Kita mungkin mengatakan tentang seseorang  bahwa “ia mempunyai fikiran yang sistematis dan logis. Ia mempertimbangkan masak-masak segala sesuatu”; dan kita mengatakan tentang orang lain lagi bahwa “ia sangat imaginatif. Ia mempunyai ide-ide yang tak akan mungkin orang lain pernah timbul dari pikiran saya”.
Seseorang mungkin berfikir bahwa objek yang ingin kita ketahui itu sebenarnya sudah ada, sudah tertentu (given), sehingga tak diperlukan adanya pemikiran. Yang mesti dilakukan hanyalah sekedar membuka mata kita atau memusatkan perhatian kita terhadap objek tersebut. Kalau ternyata objek yang ingin di kita ketahui itu belum tertentu (non-given), sehingga kelihatannya berfikir tidak akan mendekatkan kita kepadanya. Namun, semua itu ternyata tidak benar. Dalam kedua hal di atas, kalau kita menyimak pengalaman kita, berfikir memerlukan peranan yang sangat membantu, bahkan sangat menentukan.
Perbadaan dalam cara berfikir dan memecahkan masalah merupakan hal nyata dan penting. Perbedaan ini mungkin sebagian disebabkan oleh faktor pembawaan sejak lahir dan sebagian lagi berhubungan dengan taraf kecerdasan seseorang. Namun jelas bahwaa keseluruhan dari proses keseluruhan dari pendidikan formal dan pendidikan informal sangat mempengaruhi gaya berfikir seseorang di kemudian hari, di samping mempengaruhi pula mutu pemikirannya(Leafiti, 1978).
Para ahli melihat ihwal berfikir ini dari perspektif yang berlainan. Ahli – ahli psikologi asosiasi, misalnya, menganggap bahwa berfikir merupakan kelangsungan tanggapan – tanggapan ketika subjek berfikir pasif. Plato beranggapan bahwa berfikir adalah berbicara dalam hati. Sehubungan dengan pendapat plato ini, ada yang berpendapat bahwa berfikir adalah aktivitas ideosional (Woodworth dan Marquis, dalam suryabrata, 1995:54).
Pada pendapat yang terakhir itu di kemukakan dua kenyataan, yakni :
a.       Berfikar adalah aktifitas; jadi subjek yg berfikir aktif
b.      Aktifitas bersifat ideasioal; jadi bukan sensoris dan bukan motoris, walaupun disertai oleh kedua hal itu; berfikir menggunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas”.
Barfikir itu, seperti ahli pikir, tampaknya mudah saja; sejak kecil semua orang bisa melakukannya. Namun, apabila di selidiki lebih lanjut, dan terutama bila tipraktekkan, ternyata mengabdung banyak kesulitan. Orang bisa dengan mudah tersesat. Perasaan dan prasangka dapat mempengaruhi jalan pikiran. Semboyang-semboyang serta “pendapat umum” dapat menutup mata orang terhadap kenyataan, dan dalam perdebatan, terutama tentang hal-hal sulit dan berbeli-belit, sering sukar untuk menemukan kebenaran.
Guna menghindarkan dari kesesatan dan kesalahan dalam upaya mencapai kebenaran disususnlah logika, yaitu sebagai pegangan buat piiran kita dalam perjalanannya mencari insight mengenai seluruh kenyataan.
Pada dasarnya, segala sesuatu yang kita lihat dalam alam ini bekerjamenurut aturan-aturan atau hukum tertentu. Peristiwa di dalam alam, di kuasai oleh hukum-hukum tersendiri, dan sebagainya. Demikian pula pikiran kita; alat untuk berfikir itu bekerja menurut hukum –hukum dan aturan tertentu. Hukum-hukum itu tentu saja harus ditaati jika orang hendak menghindari kesesatan.
Dalam perspektif islam, agama ini membantah adanya aqidah apapun kecuali yang di dasari argumen dan pandangan mendalam serta pikiran jernih. Karena itu AL-QUR’AN mencela orang – orang ang berakidah batil : “katakanlah (hai muhammad): ‘berikanlah argunentasi kalian jika kalian memang kalian orang-orang yang benar’.”(QS.2:111). Tidak aneh bila ungkapan-ungkapan yang membangunkan pikiran dan membebaskan manusia dariarti belenggu taqlid dan jumud berulang kali ditemukan, seperti “
“apakah kamu tidak berakal?”
“apakah kamu tidak berfikir?”
“apakah mereka tidak melihat?”
“apakah mereka tidak berfikir?”
“bagi kaum yang berakal.”
“bagi kaum yang mengetahui.”
“bagi kaum yang berfikir.”
Beruntung bagi orng yang membaca seruan tajam dah gamblang yang mengajak berfikir:
“katakanlah:’sesungguhnya aku hendak memperingatkanmu suatu hal saja, yaitu agar kamu menghadap Allah, baik dalam keadaan berdua maupun sendiri, kemudian engkau pikirkan (tentang Muhammad) teman kamu, sedikitpun tidak berpenyakit gila, tak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum kamu menemui azab yang amat dahsyat.” (QS. 34;46)
Ayat ini menurut Yusuf Qardawi (1991), yang mendorang AbbasAl – Akkad mengeluarkan sebuah buku yang di beri judul At-Tafkiru faridlatan Ismiyatun (Berfikir adalah kewajiban islam). Sebuah ungkapan yang sahih. Sebab, sebagaimana islam memerintahkan ibadah, memerintahkan pula berfikir. Menurut islam, akidah harus berdasarkan ilmu, bahkan dengan menytahkan diri secara buta. Allah Berfirman:”Maka ketahuilah bahwasannya tidak ada tuhan selain Allah.”(47:19)
“Ketahuilah bahwasannya Allah amat kejam dalam menyiksa dan bahwasannya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang” (QS.5:98).
“Dan ketahuilah olehmu bahwasannya Allah mengetahui apa saja yang ada di dalam jiwamu. Karena itu ketahuilah Dia. Dan ketahuilah bahwa Allah maha Pengampun dan Mahalembut.”(QS.2:235).
Dalam islahseruan berfikir, memperhatikan, dan mengetahui tidak di khawatirkan akan membawa dampak negatif yang bertolah belakang dengan kebenaran agama. Sedab islam beranggapan: kebenaran agama tidak akan bertentangan dengan kebenaran rasio.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flickr Gallery

Recent Posts

Visitor

Flag Counter

GOOGLE TRANLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Get Widget by Google

Recent Comments

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TAMPAT BERBAGI ILMU - All Rights Reserved