BERFIKIR SEBAGAI
AKTIFITAS MENTAL
Berfikir
mencakup banyak aktifitas mental. Kita berfikir saat memutuskan barang apa yang
akan kita beli di toko. Kita berfikir saat melamun sambil menunggu kuliah
pengantar psikologi dimulai. Kita berfikir saat kita mencoba memecahkan soal
ujian di berikan di kelas, kita berfikir saat menulis artikel, menulis makalah,
menulis surat, membaca buku, membaca koran, dll
Berfikir
adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Akan tetapi pikiran
manusia, walaupun tidak bisa di pisahkan dari aktivitas kerja otak, lebih dari
sekedar kerja organ tubuh yang di sebut otak. Kegiatan berfikir juga melibatkan
sekuruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia.
Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada objek tertentu, menyadari
kehendaknya seraya secara aktif meng hadirkan dalam pikiran kemudian mempunyai
suatu gagasan atau wawasan tentang objek tersebut.
Berpikir
juga berarti jerih payah secara mental untuk memahami suatu mental untuk
memahami sesuatu yang di alami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang
sedang dihadapi. Dalam berfikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan,
merancang, meng hitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan,
memilah-milah atau membedakan, meng hubungkan, menafsirkan, melihat
kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat analisis dan sintesis, menalar atau
menarik kesimpulan dari premis-premis yang ada, menimbang, dan memutuskan.
Biasanya,
kegiatan berfikir dimulai ketika muncul keraguan dan pertanyaan untuk dijawab
atau berhadapan dengan persoalan atau masalah yang memerlukan pemecahan.
Seperti dikemukakan oleh Charles S. Pierce, dalam berfikir ada dinamika gerak
dari adanya gangguan suatu keraguan (irritation of doubt) atas kepercayaan atau
keyakinan yang selama ini dipegang, lalu terangsang untuk melakukan
penyelidikan (inquiry), kemudian diakhiri (paling tidak untuk sementara waktu)
dalam pencapaian suatu keyakina baru (the attainment of belife).
Kegiatan
berfikir juga di rangsang oleh kekaguman dan keheranan dengan apa yang terjadi
atau di alami. Kekaguman dan keheranan
tersebut menimbulkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab. Jenis,
banyak,sedikit, dan mutu pertanyaan yang di ajukan bergantung pada minat,
perhatian, sikap ingin tahu, serta bakat dan kemampuan objek yang bersangkutan.
Dengan demikian kegiantang berfikir manusia selalu tersituasikan dalam kondisi
konket subjek yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan berfikir manusia
selalu tersituasikan dalam kondisi konkret yang subjek yang bersangkutan.kegiatan berfikir juga di
kondisikan oleh stuktur bahasa yang di pakai serta konteks sosio-budaya dan
historis temat kegiatan berfikir dilakukan (Sudarminta, 2000).
Kita
semuaberfikir, tetapi dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian anak umpamanya,
tumbuh dengan kemahiran “alami” dalam bidang angka-angka, namun sebagian
lainnya mempunyai kemampuan “intuitif” (bisikan (gerak) hati) dan ada juga yang
anak-anak yang “bagus dalam berkata-kata”. Sebagian pria kerapkali mengatakan
bahwa wanita cenderung berfikir “secara tidak logis”. Sebagian wanita juga
mengatakan bahwa pria itu cenderung “tidak berperasaan”. Kita mungkin
mengatakan tentang seseorang bahwa “ia
mempunyai fikiran yang sistematis dan logis. Ia mempertimbangkan masak-masak
segala sesuatu”; dan kita mengatakan tentang orang lain lagi bahwa “ia sangat
imaginatif. Ia mempunyai ide-ide yang tak akan mungkin orang lain pernah timbul
dari pikiran saya”.
Seseorang
mungkin berfikir bahwa objek yang ingin kita ketahui itu sebenarnya sudah ada,
sudah tertentu (given), sehingga tak diperlukan adanya pemikiran. Yang mesti
dilakukan hanyalah sekedar membuka mata kita atau memusatkan perhatian kita
terhadap objek tersebut. Kalau ternyata objek yang ingin di kita ketahui itu
belum tertentu (non-given), sehingga kelihatannya berfikir tidak akan
mendekatkan kita kepadanya. Namun, semua itu ternyata tidak benar. Dalam kedua
hal di atas, kalau kita menyimak pengalaman kita, berfikir memerlukan peranan
yang sangat membantu, bahkan sangat menentukan.
Perbadaan
dalam cara berfikir dan memecahkan masalah merupakan hal nyata dan penting.
Perbedaan ini mungkin sebagian disebabkan oleh faktor pembawaan sejak lahir dan
sebagian lagi berhubungan dengan taraf kecerdasan seseorang. Namun jelas bahwaa
keseluruhan dari proses keseluruhan dari pendidikan formal dan pendidikan
informal sangat mempengaruhi gaya berfikir seseorang di kemudian hari, di
samping mempengaruhi pula mutu pemikirannya(Leafiti, 1978).
Para
ahli melihat ihwal berfikir ini dari perspektif yang berlainan. Ahli – ahli
psikologi asosiasi, misalnya, menganggap bahwa berfikir merupakan kelangsungan
tanggapan – tanggapan ketika subjek berfikir pasif. Plato beranggapan bahwa
berfikir adalah berbicara dalam hati. Sehubungan dengan pendapat plato ini, ada
yang berpendapat bahwa berfikir adalah aktivitas ideosional (Woodworth dan
Marquis, dalam suryabrata, 1995:54).
Pada
pendapat yang terakhir itu di kemukakan dua kenyataan, yakni :
a. Berfikar
adalah aktifitas; jadi subjek yg berfikir aktif
b. Aktifitas
bersifat ideasioal; jadi bukan sensoris dan bukan motoris, walaupun disertai
oleh kedua hal itu; berfikir menggunakan abstraksi-abstraksi atau “ideas”.
Guna
menghindarkan dari kesesatan dan kesalahan dalam upaya mencapai kebenaran
disususnlah logika, yaitu sebagai pegangan buat piiran kita dalam perjalanannya
mencari insight mengenai seluruh kenyataan.
Pada
dasarnya, segala sesuatu yang kita lihat dalam alam ini bekerjamenurut
aturan-aturan atau hukum tertentu. Peristiwa di dalam alam, di kuasai oleh
hukum-hukum tersendiri, dan sebagainya. Demikian pula pikiran kita; alat untuk
berfikir itu bekerja menurut hukum –hukum dan aturan tertentu. Hukum-hukum itu
tentu saja harus ditaati jika orang hendak menghindari kesesatan.
Dalam
perspektif islam, agama ini membantah adanya aqidah apapun kecuali yang di
dasari argumen dan pandangan mendalam serta pikiran jernih. Karena itu
AL-QUR’AN mencela orang – orang ang berakidah batil : “katakanlah (hai
muhammad): ‘berikanlah argunentasi kalian jika kalian memang kalian orang-orang
yang benar’.”(QS.2:111). Tidak aneh bila ungkapan-ungkapan yang membangunkan
pikiran dan membebaskan manusia dariarti belenggu taqlid dan jumud berulang
kali ditemukan, seperti “
“apakah
kamu tidak berakal?”
“apakah
kamu tidak berfikir?”
“apakah
mereka tidak melihat?”
“apakah
mereka tidak berfikir?”
“bagi
kaum yang berakal.”
“bagi
kaum yang mengetahui.”
“bagi
kaum yang berfikir.”
Beruntung
bagi orng yang membaca seruan tajam dah gamblang yang mengajak berfikir:
“katakanlah:’sesungguhnya
aku hendak memperingatkanmu suatu hal saja, yaitu agar kamu menghadap Allah, baik
dalam keadaan berdua maupun sendiri, kemudian engkau pikirkan (tentang
Muhammad) teman kamu, sedikitpun tidak berpenyakit gila, tak lain hanyalah pemberi
peringatan bagi kamu sebelum kamu menemui azab yang amat dahsyat.” (QS. 34;46)
Ayat
ini menurut Yusuf Qardawi (1991), yang mendorang AbbasAl – Akkad mengeluarkan
sebuah buku yang di beri judul At-Tafkiru faridlatan Ismiyatun (Berfikir adalah
kewajiban islam). Sebuah ungkapan yang sahih. Sebab, sebagaimana islam
memerintahkan ibadah, memerintahkan pula berfikir. Menurut islam, akidah harus
berdasarkan ilmu, bahkan dengan menytahkan diri secara buta. Allah
Berfirman:”Maka ketahuilah bahwasannya tidak ada tuhan selain Allah.”(47:19)
“Ketahuilah
bahwasannya Allah amat kejam dalam menyiksa dan bahwasannya Allah Maha
Pengampun dan Maha Penyayang” (QS.5:98).
“Dan
ketahuilah olehmu bahwasannya Allah mengetahui apa saja yang ada di dalam
jiwamu. Karena itu ketahuilah Dia. Dan ketahuilah bahwa Allah maha Pengampun
dan Mahalembut.”(QS.2:235).
Dalam
islahseruan berfikir, memperhatikan, dan mengetahui tidak di khawatirkan akan
membawa dampak negatif yang bertolah belakang dengan kebenaran agama. Sedab
islam beranggapan: kebenaran agama tidak
akan bertentangan dengan kebenaran rasio.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar