Selasa, 06 Mei 2014

RIBA BUNGA BANK


KAJIAN INTEREST DALAM ISLAM


Pengertian
Bunga atau riba dalam Qur’an dapat menjadi tambahan uang yang haram dari jumlah yang asli kalau penambahan itu tidak adil dan karenanya merugikan warga dan masyarakat. Seperti yang ditulis oleh Ibn Kathir di tafsirnya tentang Q 2:275, dan juga penulis tafsir dan ahli hukum lainnya, riba merupakan hal yang paling sukar dalam hukum Islam, karena ayat yang melarang riba, dan juga karena apa yang dikatakan sang Nabi tentang riba di khotbahnya saat naik haji, dikeluarkan di hari-hari akhir hidup sang Nabi. Karena itulah, sahabat-sahabat Nabi tidak punya kesempatan untuk menanyakan hal ini lebih lanjut, sehingga bahkan Kalifah Umar mengatakan ia berharap sang Nabi dapat memberi keterangan sebelum ajal, demikian menurut laporan Ibn Hanbal.
Umar Radhiyallahu Anhu melakukan berbagai aktifitasnya sebagai khalifah kaum muslimin dalam memerangi riba ini dan tidak memperbolehkan meremehkan kondisinya. Karena begitu kuatnya perhatian terhadap hal tersebut, maka dia menyampaikan khutbah kepada kaum muslimin seraya mengatakan, “Wahai manusia! Ketahuilah, bahwa dirham dengan dirham adalah harus kontan, setara dan sepadan.” Lalu Abdurrahman bin Auf berkata kepadanya, “Terdapat pemalsuan uang kita, apakah kita memberi yang buruk dan mengambil yang bagus?” Maka Umar berkata, “Tidak! Tapi, juallah ia dalam bentuk barang. Lalu jika kamu telah menerimanya dan menjadi milik kamu, maka juallah ia dan berikanlah apa yang kamu mau, dan ambillah uang manapun yang kamu mau.“ Dan dalam hal yang sama, Umar mengirimkan surat kepada kepada kaum muslimin di beberapa wilayah yang berbeda untuk memperingatkan mereka untuk tidak terjatuh ke dalam riba.
Secara umum, riba berhubungan dengan pinjaman uang yang berhubungan dengan pemanfaatan pihak yang lemah ekonominya dan butuh pinjaman dari dari pihak yang lebih kuat dan kaya yang selalu mendapat untung, padahal pihak peminjam uang butuh uang untuk menyambung hidup.

Penjelasan linguistik kata riba yang berarti “tambahan” atau “peningkatan” tidak dapat menjelaskan keadaan yang sebenarnya, karena keuntungan peminjaman uang apapun termasuk sebagai “tambahan” uang. Menghubungkan akat “tambahan” atau “peningkatan” pada pinjaman uang juga tidak sepenuhnya tepat, karena tidak semua bentuk peminjaman uang bermakna sama dan juga karena keadaan masyarakat dan pihak peminjam uang perlu dipertimbangkan pula. Dalam masyarakat tertentu peminjaman bisa berbentuk perjanjian bersama yang saling menguntungkan bagi pihak pemberi dan penerima, sama-sama berguna bagi kepentingan sosial, dll.

Pengertian riba menurut bahasa adalah “tambahan” dan menurut  syariah  riba terbagi kepada dua pembagian 2:
ü  Riba fadhl berarti menjual suatu makanan takaran dengan makanan takaran sejenis dengan memberi tambahan pada salah satunya, dan menjual barang timbangan dengan barang timbangan sejenis dengan adanya tambahan pada salah satunya, misalnya emas dengan emas, perak dengan perak, dengan tambahan pada salah satunya.

ü  Riba nasi'ah": adalah menjual makanan takaran dengan makanan takaran lainnya tanpa adanya penyerahan barang di tempat pelaksanaan akad, baik kedua barang itu sejenis maupun tidak. Dan menjual barang timbangan dengan barang timbangan lainnya baik itu emas atau perak, atau yang menggantikan posisi keduanya, tanpa adanya penyerahan di tempat pelaksanaan akad, baik satu jenis maupun tidak.

Bunga Bank
Kata riba berhubungan dengan pengambilan bunga yang berlebihan yang dilakukan pemberi pinjaman uang terhadap peminjam . Penjelasan ini sama dengan penjelasan kata “usury” dalam bahasa Inggris untuk kata riba.  Sementara itu bunga diterjemahkan sebagai interest

Di Eropa, riba dilarang oleh gereja atau hukum Canon. Akan tetapi, pada akhir abad-13, pengaruh gereja ortodoks mulai melemah dan orang mulai kompromi dengan riba. Selanjutnya pelarangan riba di Eropa dihilangkan. Di Inggris, pelarangan itu dicabut pada 1545, saat pemerintahan Raja Henry VIII. Pada zaman itulah, istilah usury (riba) diganti dengan istilah interest (bunga). Lama-kelamaan tercipta citra bahwa riba tidak sama dengan bunga. Riba dilarang, bunga tidak.
Ulama Islam berpandangan bahwa bunga uang me­rupakan bagian dari teori riba. Ibnu Qayyim membedakan antara riba terang-terangan (al-jali) dan riba terselubung (al-khafi).  Definisi fiqih yang menjelaskan riba karena perpanjangan waktu (an-nasi'ah) dan riba dalam pertukaran barang sejenis (al-fadl). Bunga bank termasuk dalam riba nasi'ah ini. Jadi, teori pembungaan uang hanya merupakan bagian dari teori riba yang jauh lebih komprehensif.   Dan pembungaan uang oleh bank lebih parah dari praktik riba nasi'ah pada zaman Jahiliah dimana riba nasi'ah di zaman Jahiliyah baru dikenakan pada saat peminjam tidak mampu melunasi utangnya dan meminta perpanjangan waktu. Bila si pe­minjam mampu melunasi pada saat jatuh temponya, tidak dikenakan riba, padahal bank konvensional telah mengenakan bunga sehari setelah uang dipinjamkan.


Sabda Rasulullah SAW,
”Jika seseorang memberikan pinjaman kepada sesorang lainnya, dia tidak boleh menerima hadiah” (HR. Bukhari).
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda,
”Ketika sesorang memberikan pinjaman kepada orang lain dan peminjam memberikannya makanan atau tumpangan hewan, dia tidak boleh menerimanya kecuali keduanya terbiasa saling memberikan pertolongan” (HR. Baihaqi). Jawaban Rasulullah ini menyamakan riba dengan apa yang lazim dipahami sebagai bunga (bunga bank).

Allah SWT berfirman,

278.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279.  Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. . (al-Baqarah: 278-279).

Riba menyuburkan sifat rakus dan kesemena-menaan. Juga memudahkan berkembangnya sifat materialisme manusia yang tidak memikirkan hal lain kecuali memperbanyak dan menimbun harta tanpa mempedulikan kebutuhan masyarakat dan lingkungannya.
Beban bunga akan membuat orang membutuhkan banyak keuntungan yang demikian banyak dari sesamanya. Baginya kini tidak ada pilihan lain kecuali harus menginvestasikan dalam sebuah bisnis yang akan memberikan jaminan yang cukup untuk menutupi beban bunga dan sekaligus bisa menabung untuk kepentingan dirinya sendiri. Dengan demikian pilihannya selalu pada sesuatu yang menguntungkan daripada yang mendatangkan manfaat pada orang banyak.

          
INTEREST MENURUT PANDANGAN ISLAM

Sesungguhnya bunga yang diambil oleh penabung di bank adalah riba yang diharamkan, karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta.  Artinya, apa yang diambil seseorang tanpa melalui usaha perdagangan dan tanpa berpayah-payah sebagai tambahan atas pokok hartanya, maka yang demikian itu termasuk riba sebagaimana firman allah dalam surat Al-Baqarah 278-279. Lebih lanjut dijelaskan sebab sebab diharamkannya interest karena Islam tidak memperbolehkan seseorang menaruh pokok hartanya dengan hanya mengambil keuntungan. Apabila dia melakukan perkongsian, dia wajib memperoleh keuntungan begitupun kerugiannya. Kalau keuntungannya sedikit, maka dia berbagi keuntungan sedikit, demikian juga jika memperoleh keuntungan yang banyak. Dan jika tidak mendapatkan keuntungan, dia juga harus menanggung kerugiannya. Inilah makna persekutuan yang sama-sama memikul tanggung jawab. Perbandingan perolehan keuntungan yang tidak wajar antara pemilik modal dengan pengelola, misalnya pengelola memperoleh keuntungan sebesar 80%-90% sedangkan pemilik modal hanya lima atau enam persen, atau terlepasnya tanggung jawab pemilik modal ketika pengelola mengalami kerugian, maka cara seperti ini menyimpang dari sistem ekonomi Islam meskipun Syeh Syaltut pernah memfatwakan kebolehannya.
Teori – teori ekonomi makro modern memandang bahwa peran utama dari tingkat bunga adalah menyeimbangkan antara penawaran dan permintaan uang. Keynes menyatakan bahwa permintaan uang untuk transaksi dan berjaga – jaga adalah fungsi dari pendapatan, sementara itu, permintaan uang untuk tujuan spekulasi dipengaruhi oleh tingkat bunga.
Sedangkan permintaan uang pada negara – negara Islam kontemporer umumnya ditentukan oleh tingkat pendapatan. Ini nampaknya permintaan uang untuk motif transaksi dan berjaga – jaga masih mendominasi alas an penduduk muslim di Negara – Negara tersebut. Permintaan uang dalam arti sempit dan luas di Negara – Negara Islam kontemporer tidak dipengaruhi oleh tingkat bunga. Tingkat bunga tidak memainkan peranan penting dalam permintaan mereka atas uang. Jadi motif spekulasi yang dikemukakan Keynes tidak nampak di Negara – Negara Islam.

Penghapusan tingkat bunga secara menyeluruh di Negara – Negara Islam tidak akan menimbulkan masalah yang serius dalam hubungannya dengan keefektifan kebijakan moneter di Negara – Negara tersebut, karena permintaan uang sama sekali tidak terpengaruh oleh tingkat bunga. Tingkat bunga tidak mempunyai peranan yang signifikan dalam menetapkan permintaan uang atau permintaan investasi di Negara – Negara Islam. Namun tingkat bunga merupakan determinan yang signifikan bagi Negara – Negara non muslim yang mempunyai struktur ekonomi yang sama serta tingkat kemajuan yang sebanding.
Dalam perekonomian Islam, sector perbankan tidak mengenal instrument suku bunga. Sistem keuangan Islam menerapkan system pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka. Besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan Islam ditentukan oleh besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh bank dari kegiatan investasi dan pembiayaan yang dilakukannya di sektor riil.

BAGI HASIL
Orang yang mengkaji Islam akan menjumpai, bahwasanya upaya untuk mengembangkan harta, selalu mendasarkannya pada usaha/bekerja. Dalam hal ini Islam telah memberikan kelonggaran pada setiap manusia untuk memperoleh harta, mendapat keuntungan dan mengembangkan hartanya melalui usaha perdagangan, syirkah (profit sharing) dengan berbagai jenisnya, musaqat (hasil mengairi lahan pertanian), ijaroh (kontrak kerja,sewa), ihya’ul mawat (menghidupkan tanah yang mati), menggali kandungan bumi, industri dan lain-lain yang merupakan sektor riil yang dihalalkan dalam Islam.
Berkaitan dengan haramnya penimbunan uang dan praktek riba, maka alternatif seorang muslim atau setiap warga negara dalam Khilafah Islamiyah adalah: Pertama: Ia meminjamkan tanpa bunga kepada orang lain, termasuk untuk dijadikan modal usaha bagi orang lain itu. Kedua: Ia menjalankan usaha dengan orang lain dalam aktivitas syirkah, mudharabah. Ketiga: Ia akan memberikan kelebihan hartanya itu sebagai infaq, shadaqah, hadiah, hibah, dan lain-lain. Selain ketiga alternatif tersebut dalam sistem pemerintahan Islam negara dapat memberikan sejumlah harta dari baitul mal kepada rakyat dalam rangka memenuhi hajat hidup, atau memanfaatkan pemilikan mereka.
Semisal memberi mereka harta untuk menggarap tanah pertanian, atau melunasi hutang. Negara juga dapat menyerahkan sebidang tanah kepada individu untuk dimanfaatkan (iqtha’).
Didalam sistem non Islami yang mempraktekkan sistem bunga, terdapat suatu indeks yang mengindikasikan tingkat imbalan yang akan diterima. Sementara itu didalam pendekatan Islam investasi diberi imbalan sesuai dengan kontribusinya pada profitabilitas setelah terjadi keuntungan atau kerugian. Didalam perekonomian modern, tidak ada keunggulan pajak atas pendanaan berdasarkan bunga yang tidak berlaku pada pendanaan equity. Apalagi di dunia bisnis dimana ada pilihan antara hutang dan equity yang didukung undang-undang pajak yang tidak mendukung perbankan mudharabah dan musyarakah. Dengan demikian membuat bunga masih lebih menarik sebagai suatu bentuk pembiayaan bagi peminjam perusahaan.
Fahim Khan merangkumkan bahwa jika sistem bagi hasil lebih baik daripada sistem berdasarkan bunga lalu kenapa sistem ini tidak dominan atas sistem berdasarkan bunga dan menghilangkan sistem berdasarkan bunga dari praktek? Jika opsi berbasiskan bunga dibolehkan, permintaan akan dana-dana investasi hanya dilakukan untuk membiayai proyek-proyek yang memiliki keuntungan yang rendah dan beresiko tinggi. Para pengusaha hanya akan menanamkan dananya pada jenis proyek yang memiliki keuntungan tinggi atau resiko rendah dari dana-dana mereka sendiri. Para penyedia dana yang sadar akan kecenderungan ini akan membebankan bunga lebih murah daripada berusaha menemukan atau memilih proyek-proyek yang lebih menguntungkan.  Sistem berdasarkan pembagian keuntungan akan mampu membuktikan semua kebaikan-kebaikan yang telah digambarkan di dalam literatur hanya ketika opsi pembiayaan berdasarkan bunga dihilangkan sepenuhnya.






Daftar Pustaka

(http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?p=213490&)

(http://masjid.phpbb24.com/viewtopic.php?t=116)

Syeh Yusuf Qardawi http://masjid.phpbb24.com/viewtopic.php?t=116)

http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=353&Ite
       mid=47

Dan  sumber-sumber lainnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flickr Gallery

Recent Posts

Visitor

Flag Counter

GOOGLE TRANLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Get Widget by Google

Recent Comments

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TAMPAT BERBAGI ILMU - All Rights Reserved