KAJIAN INTEREST DALAM ISLAM
Pengertian
Bunga
atau riba dalam Qur’an dapat menjadi tambahan uang yang haram dari jumlah yang
asli kalau penambahan itu tidak adil dan karenanya merugikan warga dan
masyarakat. Seperti yang ditulis oleh Ibn Kathir di tafsirnya tentang Q 2:275,
dan juga penulis tafsir dan ahli hukum lainnya, riba merupakan hal yang paling
sukar dalam hukum Islam, karena ayat yang melarang riba, dan juga karena apa
yang dikatakan sang Nabi tentang riba di khotbahnya saat naik haji, dikeluarkan
di hari-hari akhir hidup sang Nabi. Karena itulah, sahabat-sahabat Nabi tidak
punya kesempatan untuk menanyakan hal ini lebih lanjut, sehingga bahkan Kalifah
Umar mengatakan ia berharap sang Nabi dapat memberi keterangan sebelum ajal,
demikian menurut laporan Ibn Hanbal.
Umar
Radhiyallahu Anhu melakukan berbagai aktifitasnya sebagai khalifah kaum
muslimin dalam memerangi riba ini dan tidak memperbolehkan meremehkan
kondisinya. Karena begitu kuatnya perhatian terhadap hal tersebut, maka dia
menyampaikan khutbah kepada kaum muslimin seraya mengatakan, “Wahai manusia!
Ketahuilah, bahwa dirham dengan dirham adalah harus kontan, setara dan
sepadan.” Lalu Abdurrahman bin Auf berkata kepadanya, “Terdapat pemalsuan uang
kita, apakah kita memberi yang buruk dan mengambil yang bagus?” Maka Umar
berkata, “Tidak! Tapi, juallah ia dalam bentuk barang. Lalu jika kamu telah
menerimanya dan menjadi milik kamu, maka juallah ia dan berikanlah apa yang
kamu mau, dan ambillah uang manapun yang kamu mau.“ Dan dalam hal yang sama,
Umar mengirimkan surat kepada kepada kaum muslimin di beberapa wilayah yang
berbeda untuk memperingatkan mereka untuk tidak terjatuh ke dalam riba.
Secara
umum, riba berhubungan dengan pinjaman uang yang berhubungan dengan pemanfaatan
pihak yang lemah ekonominya dan butuh pinjaman dari dari pihak yang lebih kuat
dan kaya yang selalu mendapat untung, padahal pihak peminjam uang butuh uang
untuk menyambung hidup.
Penjelasan
linguistik kata riba yang berarti “tambahan” atau “peningkatan” tidak dapat
menjelaskan keadaan yang sebenarnya, karena keuntungan peminjaman uang apapun
termasuk sebagai “tambahan” uang. Menghubungkan akat “tambahan” atau
“peningkatan” pada pinjaman uang juga tidak sepenuhnya tepat, karena tidak semua
bentuk peminjaman uang bermakna sama dan juga karena keadaan masyarakat dan
pihak peminjam uang perlu dipertimbangkan pula. Dalam masyarakat tertentu
peminjaman bisa berbentuk perjanjian bersama yang saling menguntungkan bagi
pihak pemberi dan penerima, sama-sama berguna bagi kepentingan sosial, dll.
Pengertian
riba menurut bahasa adalah “tambahan” dan menurut syariah
riba terbagi kepada dua pembagian 2:
ü Riba fadhl berarti menjual suatu makanan
takaran dengan makanan takaran sejenis dengan memberi tambahan pada salah
satunya, dan menjual barang timbangan dengan barang timbangan sejenis dengan
adanya tambahan pada salah satunya, misalnya emas dengan emas, perak dengan
perak, dengan tambahan pada salah satunya.
ü Riba nasi'ah": adalah menjual makanan
takaran dengan makanan takaran lainnya tanpa adanya penyerahan barang di tempat
pelaksanaan akad, baik kedua barang itu sejenis maupun tidak. Dan menjual
barang timbangan dengan barang timbangan lainnya baik itu emas atau perak, atau
yang menggantikan posisi keduanya, tanpa adanya penyerahan di tempat
pelaksanaan akad, baik satu jenis maupun tidak.
Bunga Bank
Kata
riba berhubungan dengan pengambilan bunga yang berlebihan yang dilakukan
pemberi pinjaman uang terhadap peminjam . Penjelasan ini sama dengan penjelasan
kata “usury” dalam bahasa Inggris untuk kata riba. Sementara itu bunga diterjemahkan sebagai
interest
Di
Eropa, riba dilarang oleh gereja atau hukum Canon. Akan tetapi, pada akhir
abad-13, pengaruh gereja ortodoks mulai melemah dan orang mulai kompromi dengan
riba. Selanjutnya pelarangan riba di Eropa dihilangkan. Di Inggris, pelarangan
itu dicabut pada 1545, saat pemerintahan Raja Henry VIII. Pada zaman itulah,
istilah usury (riba) diganti dengan istilah interest (bunga). Lama-kelamaan tercipta
citra bahwa riba tidak sama dengan bunga. Riba dilarang, bunga tidak.
Ulama
Islam berpandangan bahwa bunga uang merupakan bagian dari teori riba. Ibnu
Qayyim membedakan antara riba terang-terangan (al-jali) dan riba terselubung
(al-khafi). Definisi fiqih yang
menjelaskan riba karena perpanjangan waktu (an-nasi'ah) dan riba dalam
pertukaran barang sejenis (al-fadl). Bunga bank termasuk dalam riba nasi'ah
ini. Jadi, teori pembungaan uang hanya merupakan bagian dari teori riba yang
jauh lebih komprehensif. Dan pembungaan
uang oleh bank lebih parah dari praktik riba nasi'ah pada zaman Jahiliah dimana
riba nasi'ah di zaman Jahiliyah baru dikenakan pada saat peminjam tidak mampu
melunasi utangnya dan meminta perpanjangan waktu. Bila si peminjam mampu
melunasi pada saat jatuh temponya, tidak dikenakan riba, padahal bank konvensional
telah mengenakan bunga sehari setelah uang dipinjamkan.
Sabda
Rasulullah SAW,
”Jika
seseorang memberikan pinjaman kepada sesorang lainnya, dia tidak boleh menerima
hadiah” (HR. Bukhari).
Dalam
hadits yang lain Rasulullah bersabda,
”Ketika
sesorang memberikan pinjaman kepada orang lain dan peminjam memberikannya
makanan atau tumpangan hewan, dia tidak boleh menerimanya kecuali keduanya
terbiasa saling memberikan pertolongan” (HR. Baihaqi). Jawaban Rasulullah ini
menyamakan riba dengan apa yang lazim dipahami sebagai bunga (bunga bank).
Allah
SWT berfirman,
278. Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan
memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. .
(al-Baqarah: 278-279).
Riba
menyuburkan sifat rakus dan kesemena-menaan. Juga memudahkan berkembangnya
sifat materialisme manusia yang tidak memikirkan hal lain kecuali memperbanyak
dan menimbun harta tanpa mempedulikan kebutuhan masyarakat dan lingkungannya.
Beban
bunga akan membuat orang membutuhkan banyak keuntungan yang demikian banyak
dari sesamanya. Baginya kini tidak ada pilihan lain kecuali harus
menginvestasikan dalam sebuah bisnis yang akan memberikan jaminan yang cukup
untuk menutupi beban bunga dan sekaligus bisa menabung untuk kepentingan
dirinya sendiri. Dengan demikian pilihannya selalu pada sesuatu yang
menguntungkan daripada yang mendatangkan manfaat pada orang banyak.
INTEREST MENURUT PANDANGAN ISLAM
Sesungguhnya
bunga yang diambil oleh penabung di bank adalah riba yang diharamkan, karena
riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta. Artinya, apa yang diambil seseorang tanpa
melalui usaha perdagangan dan tanpa berpayah-payah sebagai tambahan atas pokok
hartanya, maka yang demikian itu termasuk riba sebagaimana firman allah dalam
surat Al-Baqarah 278-279. Lebih lanjut dijelaskan sebab sebab diharamkannya
interest karena Islam tidak memperbolehkan seseorang menaruh pokok hartanya
dengan hanya mengambil keuntungan. Apabila dia melakukan perkongsian, dia wajib
memperoleh keuntungan begitupun kerugiannya. Kalau keuntungannya sedikit, maka
dia berbagi keuntungan sedikit, demikian juga jika memperoleh keuntungan yang
banyak. Dan jika tidak mendapatkan keuntungan, dia juga harus menanggung
kerugiannya. Inilah makna persekutuan yang sama-sama memikul tanggung jawab.
Perbandingan perolehan keuntungan yang tidak wajar antara pemilik modal dengan
pengelola, misalnya pengelola memperoleh keuntungan sebesar 80%-90% sedangkan
pemilik modal hanya lima atau enam persen, atau terlepasnya tanggung jawab
pemilik modal ketika pengelola mengalami kerugian, maka cara seperti ini
menyimpang dari sistem ekonomi Islam meskipun Syeh Syaltut pernah memfatwakan
kebolehannya.
Teori
– teori ekonomi makro modern memandang bahwa peran utama dari tingkat bunga
adalah menyeimbangkan antara penawaran dan permintaan uang. Keynes menyatakan
bahwa permintaan uang untuk transaksi dan berjaga – jaga adalah fungsi dari
pendapatan, sementara itu, permintaan uang untuk tujuan spekulasi dipengaruhi
oleh tingkat bunga.
Sedangkan
permintaan uang pada negara – negara Islam kontemporer umumnya ditentukan oleh
tingkat pendapatan. Ini nampaknya permintaan uang untuk motif transaksi dan
berjaga – jaga masih mendominasi alas an penduduk muslim di Negara – Negara
tersebut. Permintaan uang dalam arti sempit dan luas di Negara – Negara Islam
kontemporer tidak dipengaruhi oleh tingkat bunga. Tingkat bunga tidak memainkan
peranan penting dalam permintaan mereka atas uang. Jadi motif spekulasi yang
dikemukakan Keynes tidak nampak di Negara – Negara Islam.
Penghapusan
tingkat bunga secara menyeluruh di Negara – Negara Islam tidak akan menimbulkan
masalah yang serius dalam hubungannya dengan keefektifan kebijakan moneter di
Negara – Negara tersebut, karena permintaan uang sama sekali tidak terpengaruh
oleh tingkat bunga. Tingkat bunga tidak mempunyai peranan yang signifikan dalam
menetapkan permintaan uang atau permintaan investasi di Negara – Negara Islam.
Namun tingkat bunga merupakan determinan yang signifikan bagi Negara – Negara
non muslim yang mempunyai struktur ekonomi yang sama serta tingkat kemajuan
yang sebanding.
Dalam
perekonomian Islam, sector perbankan tidak mengenal instrument suku bunga.
Sistem keuangan Islam menerapkan system pembagian keuntungan dan kerugian,
bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.
Besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh nasabah perbankan Islam
ditentukan oleh besar kecilnya pembagian keuntungan yang diperoleh bank dari
kegiatan investasi dan pembiayaan yang dilakukannya di sektor riil.
BAGI HASIL
Orang
yang mengkaji Islam akan menjumpai, bahwasanya upaya untuk mengembangkan harta,
selalu mendasarkannya pada usaha/bekerja. Dalam hal ini Islam telah memberikan
kelonggaran pada setiap manusia untuk memperoleh harta, mendapat keuntungan dan
mengembangkan hartanya melalui usaha perdagangan, syirkah (profit sharing)
dengan berbagai jenisnya, musaqat (hasil mengairi lahan pertanian), ijaroh
(kontrak kerja,sewa), ihya’ul mawat (menghidupkan tanah yang mati), menggali
kandungan bumi, industri dan lain-lain yang merupakan sektor riil yang
dihalalkan dalam Islam.
Berkaitan
dengan haramnya penimbunan uang dan praktek riba, maka alternatif seorang
muslim atau setiap warga negara dalam Khilafah Islamiyah adalah: Pertama: Ia
meminjamkan tanpa bunga kepada orang lain, termasuk untuk dijadikan modal usaha
bagi orang lain itu. Kedua: Ia menjalankan usaha dengan orang lain dalam
aktivitas syirkah, mudharabah. Ketiga: Ia akan memberikan kelebihan hartanya
itu sebagai infaq, shadaqah, hadiah, hibah, dan lain-lain. Selain ketiga
alternatif tersebut dalam sistem pemerintahan Islam negara dapat memberikan
sejumlah harta dari baitul mal kepada rakyat dalam rangka memenuhi hajat hidup,
atau memanfaatkan pemilikan mereka.
Semisal
memberi mereka harta untuk menggarap tanah pertanian, atau melunasi hutang.
Negara juga dapat menyerahkan sebidang tanah kepada individu untuk dimanfaatkan
(iqtha’).
Didalam
sistem non Islami yang mempraktekkan sistem bunga, terdapat suatu indeks yang
mengindikasikan tingkat imbalan yang akan diterima. Sementara itu didalam
pendekatan Islam investasi diberi imbalan sesuai dengan kontribusinya pada
profitabilitas setelah terjadi keuntungan atau kerugian. Didalam perekonomian
modern, tidak ada keunggulan pajak atas pendanaan berdasarkan bunga yang tidak
berlaku pada pendanaan equity. Apalagi di dunia bisnis dimana ada pilihan
antara hutang dan equity yang didukung undang-undang pajak yang tidak mendukung
perbankan mudharabah dan musyarakah. Dengan demikian membuat bunga masih lebih
menarik sebagai suatu bentuk pembiayaan bagi peminjam perusahaan.
Fahim
Khan merangkumkan bahwa jika sistem bagi hasil lebih baik daripada sistem
berdasarkan bunga lalu kenapa sistem ini tidak dominan atas sistem berdasarkan
bunga dan menghilangkan sistem berdasarkan bunga dari praktek? Jika opsi berbasiskan
bunga dibolehkan, permintaan akan dana-dana investasi hanya dilakukan untuk
membiayai proyek-proyek yang memiliki keuntungan yang rendah dan beresiko
tinggi. Para pengusaha hanya akan menanamkan dananya pada jenis proyek yang
memiliki keuntungan tinggi atau resiko rendah dari dana-dana mereka sendiri.
Para penyedia dana yang sadar akan kecenderungan ini akan membebankan bunga
lebih murah daripada berusaha menemukan atau memilih proyek-proyek yang lebih
menguntungkan. Sistem berdasarkan
pembagian keuntungan akan mampu membuktikan semua kebaikan-kebaikan yang telah
digambarkan di dalam literatur hanya ketika opsi pembiayaan berdasarkan bunga
dihilangkan sepenuhnya.
Daftar Pustaka
(http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?p=213490&)
(http://masjid.phpbb24.com/viewtopic.php?t=116)
Syeh
Yusuf Qardawi http://masjid.phpbb24.com/viewtopic.php?t=116)
http://www.khilafah1924.org/index.php?option=com_content&task=view&id=353&Ite
mid=47
Dan sumber-sumber lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar