PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bani
Abbasiyah mewarisi imperium besar dari Bani Umayyah. Mereka dapat memungkinkan
untuk mencapai hasil lebih banyak karena landasannya telah dipersiapkan oleh
Bani Umayyah yang besar dan Abasiyyah yang pertama memanfaatkannya. Penggantian
Umayyah oleh Abasiyyah ini bukan sekedar penggantian dinasti, tetapi merupakan
suatu revolusi dalam sejarah Islam, suatu titik balik yang sama pentingnya
dengan Revolusi Perancis dan Revolusi Rusia di dalam Sejarah Barat[1].
Bani
Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia, sehingga banyak dipengaruhi
oleh peradaban bangsa Persia. Jika bani Umayyah dengan Damaskus sebagai Ibu
Kotanya mementingkan kebudayaan Arab, maka bani Abbasiyah dengan memindahkan
Ibu kotanya ke Baghdad telah agak jauh dari pengaruh Arab. Baghdad terletak di
daerah yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia. Di samping itu, tangan
kanan yang membawa Bani Abbasiyah kepada kekuasaan adalah orang-orang Persia.
Dan setelah berkuasa, cendekiawan Persialah yang mereka jadikan sebagai
pembesar-pembesar di istana.
Dengan
naiknya kedudukan orang-orang Persia dan kemudian orang-orang Turki dalam
pemerintahan bani Abbasiyah, kedudukan orang-orang Arab menurun. Masa ini
bukanlah masa ekspansi daerah kekuasaan seperti pada masa Umayyah tetapi masa
pembentukan kebudayaan dan peradaban Islam. Berbagai macam disiplin keilmuan
meningkat pesat. Perguruan Tinggi yang didirikan pada zaman ini antara lain
Baitul Hikmah di Baghdad dan Al-Azhar di Kairo yang hingga kini masih harum
namanya sebagai universitas Islam yang termasyhur di seluruh dunia.
Periode ini
adalah periode peradaban Islam yang tertinggi dan memiliki pengaruh walaupun
tidak secara langsung pada tercapainya peradaban modern di Barat sekarang.
Periode kemajuan Islam ini menurut Christoper Dawson, bersamaan masanya dengan
abad kegelapan di Eropa. Pada abad ke-11 Eropa mulai sadar akan adanya
peradaban Islam yang tinggi di Timur dan
melalui Spanyol, Sicilia dan Perang Salib peradaban itu sedikit demi sedikit di
transfer ke Eropa. Dari Islam-lah Eropa mempelajari semua ilmu pengetahuan.
Maka tidak mengherankan jika Gustave Lebon mengatakan bahwa “orang Arab-lah yang menyebabkan kita
mempunyai peradaban, karena mereka adalah imam kita selama enam abad”.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa Latar balakang dalam
menciptakan Prestasi dan intelektual pada masa Dinasti Abbasiyah ?
2. Bagaimana perkembangan intelektual baerupa sains dan tekhnologi,
astronomi, matematika, filsafat, kedokteran, sastra, sejarah serta hukum ?
3.
Apa pengertian
transmisi dan sebab-sebab terjadinya transmisi peradaban dan kebudayaan muslim
ke dunia barat ?
PEMBAHASAN
1. Latar balakang dalam menciptakan
Prestasi dan intelektual pada masa Dinasti Abbasiyah
Masa pemerintahan Abu al-Abbas,
pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. karena itu
Pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu Ja’far al-Manshur
(754-775M). dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah,
Khwarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan
kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu
persatu disingkirkannya. Abdullah ibn Ali dan Shalih ibn Ali, keduanya adalah
pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syiria dan Mesir, karena tidak bersedia
membaiatnya, dibunuh oleh Abu Muslim al-Khurasani atas perintah Abu Ja’far.
Pada mulanya ibu kota Negara adalah
al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga
stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Manshur memindahkan ibu kota negara
ke kota yang baru di bangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia,
Clesiphon, tahun 762 M.
Khalifah al-Manshur berusaha
menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari
pemerintah pusat, dan menetapkan keamanan di daerah perbatasan. Diantara usaha-usaha
tersebut adalah merebut benteng-bneteng di Asia, kota Malatia, wialyah
Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M.
Pada masa al-Manshur pengertian
khalifah kembali dirubah. Dia berkata: “Innama
ani sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adlah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)”. Dengan
demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya
merupakan mandat dari Allah, bukan
dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa
al-Khulafa’ ar-Rasyidin. Di samping itu, berebda dari daulat Umayyah,
khalifa-khalifah Abbasiyah memakai gelar tahta, seperti al-Manshur adalah gelar
tahtanya Sulthan Abu Ja’far. Gelar tahta itu lebih populer dari pada nama
sebenarnya.
Dasar-dasar pemerintahan daulat
Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abdul-Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur,
maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya,
yaitu al-Mahdi (775-758 M), al-Hadi (775-786 M), Harun ar-Rasyid (786-809 M),
al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tahsim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan
al-Mutawakkil (847-861 M). pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat
denagn peningkatan disektor pertanian mulai dari irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Terkecuali itu dagang
transit antara
Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Basharah menjadi pelabuhan yang
penting.
Popularitas
daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun ar-Rasyid (786-80
M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun
ar-Rasyid untuk keperluan sosial; rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan
farmasi didirikan.
Pada masanya sudah terdapat paling
tidak sekitar 800 0rang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah
negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tidak tertandingi.
Al-Ma’mun, pengganti ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemah buku-buku asing
digalakkan untuk menerjemahkan buku-buku Yunanai, ia menggaji
penerjemah-penerjemah dari golongan kristen dan penganut agama lain yang ahli.
Ia juga banyak mendirikan sekolah, satu karya besaranya yang terpenting adalah pembangunan baitul
hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguraun tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Pada masa al-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu
pengetahuan.
Al-Mu’tashim,
khalifah berikutnya (833-842 M),
memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemberitahuan,
keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa
daulat Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan.
Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah tehenti. Tentara dibina
secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan
militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam
periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang menggangu stabilitas,
baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu
seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi
al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi’ah, dan
konflik antar bangsa dan aliran pemikiran keagamaan. Semuanya dapat dipadamkan.
Dibawah
Bani Abbas, kaum ningrat arabia yang lama diganti dengan kelas pejabat
pemerintahan. Ke khalifahan Abbasiyah sangat dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh
Persia. Orang-orang Khurasan membentuk pengawal ke khalifahan dan orang-orang
Persia membentuk pos-pos yang penting didalam pemerintahan khalifah Abbsiyah.
Pengaruh
persi dapat melunakkan kekasaran dari kehidupan Arabia yang primitif itu dan
membuka jalan bagi suatu zaman baru yang ditandai oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan pengajaran dan ilmu pengetahuan.
Pada
periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara
politis, para khalifah betul-betul kokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan, politik dan agama. Disisi lain kemakmuran, masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Periode
ini juga berhasil menyiapakan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengethuan dalam islam.
Pada
periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai keemasan, dibawah pimpinan
al-Mahdi, al-Hadi, Harun ar-Rasyid, al-Ma’mun, al-Mu’tashim, al-Wasiq dan
al-Mutawakil.[2]
A. Lahirnya
Tokoh Intelektual Muslim
Pada
masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Baghdad menjadi pusat kegiatan intelektual,
musik, puisi, sesusastraan dan filsafat mulai berkembang. Sinar ilmu pengetahuan
tambah bercahaya yang demikian karena negara-negara bagian dari kerajaan Islam
raya belomba-lomba dalam memberi kedudukan terhormat pada para ulama dan para
pujangga.
Adapun
zaman keemasan khusus dalam bidang ilmu pengetahuan adalah periode yang sedang
kita bicarakan, demikain Jarji Zaldan melukiskan masa daulat Abbasiyah IV,
karena dalam masa tersebut berbagai ilmu pengetehuan telah matang, pertumbuhannya
telah sempurna dan berbagai kitab yang bermutu telah cukup banyak dikarang
terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab dan filsafat.
Seperti
yang telah diterangkan bahwa dalam zaman ini berbagai cabang ilmu islam telah
tumbuh subur seperti yang dilukiskan ahli sejarah Jarji Zardan. Pada awal
sejarahnya, ilmu-ilmu
Islam berkembang dalam bidang qira’ah, tabsir dan hadis kemudian menyusul ilmu
fiqih. Ilmu-ilmu ini bertambah subur berkembang, sesuai denagan evolusi
kemajuan masyarakat. Telah diketahui bahwa ilmu fiqih telah matang dan berkembang kaidah-kaidahnya pada
masa daulat Abbasiyah II. Dari ijtihad dan semangat riset, maka para ahli
pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa
penemuan keahlian bidang-bidang ilmu pengetahuan.[3]
B. Perkembangan
intelektual berupa sains dan tekhnologi, astronomi, matematika, filsafat,
kedokteran, sastra, sejarah serta hukum
1.
Bidang
Matematika
Muhammad
ibn Musa al-Khawarizmi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi,
dan geografi yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khwarizm
(sekarang Kuva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850. Hampir sepanjang
hidupna, ia bekerja sebagai dosen di
Sekolah Kehormatan di Baghdad dan ia juga penemu angka nol.
Buku
pertamanya, Al-Jabar adalah buku
pertama yang membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat.
Sehingga ia disebut sebagai Bapak
Aljabar.
Kontribusi
beliau tidak hanya berdampak besar pada matematika, tapi dalam kebahasaan. Kata
aljabar berasal dari kata al-jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk
menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau.
2.
Bidang
Kedokteran
Perkembangan
ilmu kedokteran sejalan dengan perkembangan ilmu filsafat. Mula-mula al-Mansur
mengundang seorang dokter kepala dari Jundishapur kemudian berturut-turut
mengundang dokter-dokter ternama dari Syria, Mesir, Bizantium dan India untuk
berkumpul di Baghdad.
Ada
beberapa perguruan tinggi kedokteran yang terkenal, antara lain:
a. Sekolah
tinggi kedokteran di Yunda Shapus.
b. Sekolah
tinggi kedokteran di HIrran, Syeria.
c. Sekolah
tinggi kedokteran di Baghdad.
Para
dokter dan ahli kedokteran islam yang terkenal antara lain:
1. Jabir
ibn Hayyan, (wafat tahun 161H./778M.), sbagai bapak ilmu kimia.
2. Hunain
ibn Ishaq, (194-264H/.810-878M.), ahli mata yang terkenal.
3. Tabib
ibn Qurra 9221-228H./836-901M.)
4. Ar-Raji
9251-313H./809-873M.)
5. Ibn Sina dengan
karyanya al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat
760 obat-obatan.
3.
Bidang Astronomi ( Ilmu Falak)
Kaum muslimin memiliki modal besar
dalm mengembangkan Ilmu Falak. Mereka telah berhasil menjadikan satu
aliran-aliran yang dianut masyarakat Yunani, Hindu, Persia, Kaldan, dan Arab
Jahiliyah.
Ilmu bintang yang memegang peranan
penting dalam menetukan garis politik para khalifah dan para amir, yang
mendasarkan perhitungan krjanya pada peredaran bintang.
Diantara para sarjana Ilmu Falak
Ilmu Bintang yang termasyhur, yaitu:
1. Abu Ma’syar al-Falaky ( wafat 272
H), yaitu Ja’far bin Umar al-Falaky, yang terkenal dengan nama Abu Ma’syar
al-Falaky.
2. Jabir Batany ( wafat 319 H), yaitu
Abu Abdullah Muhammad bin Jabir al-Batany al- Hiranya ash-Shaby, yang telah
menetapkan letak bintang.
3. Abu Hasan ( 277-352 H), yaitu Abu
Hasan Ali bin Abi Abdillah Harun bin Ali. Beliau sarjana ilmu Bintang yang
terbesar pada masanya.
4. Al-Biruny ( wafat tahun 440 H),
yaitu Muhammad bin Ahmad Al-Biruny. Beliau ahli Ilmu Bintang yang besar dalam
perjalanan sejarah.
5. Al-Farghani ( Alfraganus) ( sekitar
tahun 860) menulis kitab Ushul al-Falak ( prinsip-prinsip astronomi) dan
Jawami’ ilm al-Nujum wa Ushul al-Harakahal-Samawiyyah (penjelasan lengkap
tentang bintang dan prinsip-prinsip gerkan langit).
6. Al-Battani (Albatanius) (859-929)
bersama Sabit bin Qurrah (836-901) merupakan penerus al-Farghani.
4.
Sejarah
Dalam bidang sejarah, pada mulanya
masih terasa pengaruh sistem penulisan masa Umayyah. Bentuk histrografi berupa
biografi, telah sampai kepada kita karya Ibnu Hisyam (wafat 218-834H).
Histografi Islam mencapai masa jayanya melalui al-Thabari dan al-Mas’udi Abu
Jaf’ar Muhammad bin Jarir al-Thabari (838-923) menulis sebuah buku sejarah Tarikh al-Rasul wa al-Mamalik. Buku ini
dianggap karya pertama yang paling lengkap tentang sejarah dalam bahasa Arab.
Sejarahwan seperti Miskawaih, Ibn al-Athir dan Abu al-Fida, menggunakannya
sebagai referensi.
Setelah al-Thabari, Mas’udi dan
Miskawaih, karya di bidang sejarah dianggap mengalami kemunduran. Namun,
setelah masa ketiga tokoh tersebut, lahir sarjana-sarjana dalam bidang sejarah
seperti Izz al-Din Ibnu al-Athir (1160-1234) dengan karyanya al-Kamil fi al-Tharikh dan Usd al-Ghabah. Buku ini memuat kumpulan
biografi dari 7500 sahabat. Ibn al-Athir disusul oleh Sibth bin al-Jawzi
(1186-1257) yang menulis buku Mirat al-Zaman
fi Tarikh al-Ayyam, suatu sejarah umum sejak zaman Yahudi sampai tahun
1256. Ibnu Khalkan (wafat 1282) menyusun kamus biografi nasional.
Di Spanyol Andalusia sajarawan pada
masa awal yang terkenal, diantaranya Abu Bakar bin Umar yang selalu dikenal
dengan al-Quthiyah (wafat 977). Sejarawan dari Cardova inimenulis buku Tarikh Iftitah (Fath) Andalus yang
isinyaa menceritakan tentang permulaan penaklukan Islam sampai masa
pemerintahan Abd al-Rahman III. Penulis biografi dari Spanyol, adalah Abu
al-Wahid Abdullah bin Muhammad bin al-Faradhi. Ia dilahirkan di Cardova pada
tahun 962 dan setelah ia kembali ke Spanyol ditunjuk sebagai qadhi di Valencia.
Ketika Cardova direbut oleh clan Barbar pada tahun 1013, ia terbunuh dan
mayatnya ditemukan empat puluh hari kemudian. Salah satu dari sekian banyak
karyanya adalah Tarikh al-Ulama
al-Andalus. Buku penting lainyya yang digunakan untuk mempelajari Spanyol
adalah Bughyat al-Mutamimm fi Tarikh
Rujal Andalus.
5.
Sains
Spanyol Islam banyak melahirkan
tokoh dalam lapangan sains. Dalam bidang matematika, pakar yang sangat terkenal
adalah Ibn Sina. Selain ahli dalam bidang tersebut, ia juga dikenal sebagai
seorang teknorat dan ahli ekologi. Bidang matematika jugamelahirkan nama Ibn
Saffat dan Al-Kimmy, keduanya juga ahli dalam bidang teknik (Philip K.Hitti,
1974:570)
Dalam bidang fisika dukenal seorang
tokoh Ar-Razi. Dialah yang meletakkan dasar ilmu kimia dan menolak kegunaan
yang bersifat takhayul. Dia jugalah yang menemukan rumusan klasifikasi
binatang, tumbuhan, numerial. Ar-Razi membuat sejumlah substansi dan proses
kimiawi, sebagian darinya seperti distilasi dan kristalisasi yang sekarang
digunakan (George F. Kreller, 1978:4)
Dalam bidang kimia dan astronomi,
selain Abbas Ibn Farmas, juga dikenal Ibrahim Ibn Yahya An-Naqqosh. Yang
pertama dikenal sebagai penemu pembuatan kaca dari batu dan yang kedua sebagai
orang yang dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari. Dalam berbagai
disiplinilmu yang lain, Spanyol Islam juga banyak melahirkan pakar, seperti
Zahrawi (kedokteran), yang menemukan
pengobatan lemah syahwat, pembedahan, dan lain-lain.
6.
Filsafat
Dalam bidang ini, Spanyol Islam
telah merintis pembangunannya sekitar abad ke-9 M. Sejak abad ini, minat
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan, yakni selama
pemerintahan Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad Ibn Abd Ar-Rahman (823-886)
(Majid Fahri,1986:357).
Kajian filsafat ini dilanjutakan
oleh penguasa berikutnya, yakni Al-Hakam (961-976 M.) denagan mengeluarkan
kebijakan untuk mengimpor karya-karya ilmiah dan filosofis dari timur dalam
jumlah besar. Dengan berbagai upaya yang dilakukan dan adanya dukungan politis
dari penguasa, akhirnya Cardova mampu berdiri sejajar dengan Baghdad sebagai
pusat pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dan melahirkan banyak
filosof terkenal yanf wacana perenungan dan pemikiranyya mewarnai struktur
bangunan ilmu pengetahuan sampai abad sekarang.
Tokoh-tokoh filsafat yang lahir pada
masa itu, antara lain Abu Bakri Muhamad Ibn As-Sayiqh yang leabih dikenal
dengan Ibn Bajah sebagaimana Al-Farabi dan Ibn Sina, Ibn Bajah melalui
pemikiranyya sering mengembangkan berbagai permasalahan yang bersifat etis dan
eskatologis. Filosof selanjutnya adalah Abu Bakar Ibn Thufail. Melalui berbagai
karyanya, ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya
filsafatnya yang masyhur berjudul Hay Ibn Yaqzahn ( Badri Yatim, 1986:101).
Para filosof lainnya adalah Ibn Maimun, Ibn Arabi, Sulaiman Ibn Yahya, juga Ibn
Rusyd yang juga dikenal ahli fiqh ( Anwar G. Ghejne, 1974:165).
7.
Tekhnologi
Perkembangan
Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahhan
Harun ar-Rasyid , kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya dipengaruhi
oleh dua hal yaitu:
a.
Terjadinya Asimilasi antara
bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan
dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting dibidang
pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu falsafah
dan sastera. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan
dalam banyak bidang ilmu, terutama Falsafah.
b.
Gerakan Terjemah Pada masa
daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali.
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum
terutama di bidang astronomi, kedokteran, falsafah, kimia dan sejarah. Dari
gerakan ini muncullah tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan.[4]
8.
Hukum
Dalam rangka
memperluas ruang lingkup dan cakrawala pandangan hukum Islam, maka para pemikir
Muslim berusaha mengembangkan pemikiran tentang hukum Islam para fuqaha yang
lahir pdan pada masa Abbasiyah dan seterusnya dapat digolongkan dalam dua
aliran, yaitu ahli Hadis dan ahli Ra’yi. Ahli hadits mendasarkan
pemikirannya-pemikirannya pada Hadits Rasulullah. Mereka disebut sebagai aliran
Madinah. Di Madinah banyak tersebar Hadits Rasulullah. Ahli ra,yi di sebut juga dengan aliran kuffah atau
Irak, mereka mendasarkan pemikiran-pemikiran hukumnya pada kemampuan akal
fikiran dan pengalamnnya. Di kuffah,asrah, Baghdad, sedikit hadis nabi yang
tersebar, karena itu lebih di utamakan ra’yi. Tokoh aliran ini ialah Abu
Hanifah , ia seorang Persia yang disebarkan di Kuffah dan Baghdad.[5]
C.
Tahapan dan
bentuk-bentuk transmisi sains islam ke
Barat abad Pertengahan
Tak dapat disangkal termasuk oleh kalangan ilmuan Barat bahkan telah
menjadi satu klise bahwa pengembangan sains modern dibangun di atas kontribusi
ilmuan-ilmuan Muslim. Di antara sumbangan terpenting mereka adalah penemuan
metode eksperimental, yang pada gilirannya melahirkan revolusi di bidang sains
dan teknologi hingga tingkat pengembangannya sebagai sekarang ini. Terlepas
dari keasyikan "memuja" masa lampau, fakta di atas disebutkan tidak
saja dalam rangka menjadikannya 'ibrah (pelajaran) tetapi juga seperti
disebutkan Munawar Ahmad Anees[6]sebagai
keadilan sejarah (historical justice). Dengan begitu diharapkan, bukan
hanya kaum di luar Islam, tapi kaum Muslim sendiri dapat memandang agamanya
secara lebih utuh: dalam hal ini sebagai suatu kekuatan peradaban yang (pernah)
terbukti mampu mendorong pemeluknya untuk dapat jika bukannya harus menjadi
perambah jalan bagi penciptaan suatu masa depan kemanusiaan yang progresif, di
samping tentunya lebih manusiawi.
Sesungguhnya, pengaruh peradaban Muslim (Abad Pertengahan) jauh lebih luas
dibanding "sekadar" peletakan landasan sains modern. M.M. Sharif,
salah seorang pemikir Muslim Pakistan terkemuka pasca Iqbal seperti dikutip
Haidar Bagir menambahkan beberapa sumbangan lain pemikiran Islam atas pemikiran
Barat: pengenalan ilmu-ilmu sejarah; penyelarasan filsafat dengan agama;
penggalakan mistisisme Barat; peletakan landasan bagi Renaisans di Itali; dan
sampai tingkat tertentu membentuk pemikiran Eropa modern hingga masa Immanuel
Kant, bahkan (pada jurusan tertentu) hingga masa yang lebih belakang.[7]
Bahkan, dalam wilayah tertentu tampak jelas betapa besar kontribusi kaum
Muslim terhadap dunia modern. Robert Stephen Briffault (1906-1948), dalam The
Making of Humanity, menulis:
"Meski tak satu aspek pun pertumbuhan Eropa tak dipengaruhi secara
menentukan oleh Kebudayaan Islam, (namun) pengaruh yang paling jelas dan
penting adalah pada sains-sains kealaman (natural science) dan ruh
ilmiah (scientific spirit).
Sains adalah sumbangan terbesar peradaban Arab (baca: Islam, pen)
kepada dunia modern tetapi buahnya lambat masaknya. Baru tak lama setelah
kebudayaan Moor (Arab-Spanyol) terbenam kembali ke dalam kegelapan, maka
raksasa yang dilahirkannya bangkit dalam keperkasaannya. Bukan hanya sains yang
telah menghidupkan kembali Eropa, melainkan pengaruh-pengaruh lain peradaban
Islam juga memancarkan kemilau aslinya kepada kehidupan modern..."
Di samping Beffault, tak sedikit sarjana-sarjana Barat yang secara jujur
mengungkapkan kontribusi pemikiran dan sains Islam terhadap Barat. Sebut saja
di antaranya Thomas Arnold, Alfred Guillame, George Anawati, Gustave Le Bon, S.
Lane Poole, M.P.E Berthelot, George Sarton, Max Meyerhof, John William Drafer,
Maurice Lombard, serta Eugene A. Myers.
Tahapan dan bentuk-bentuk transmisi intelektual dan sains Islam ke Barat.
Transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat Abad Pertengahan melewati
tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap pertama, kelompok sarjana (Barat) mengunjungi wilayah-wilayah Muslim untuk
melakukan kajian-kajian pribadi. Constantinus Africanus (1087 M) dan Adelhard
(1142 M) dari Inggris dapat disebut sebagai perintisnya. Belakangan banyak
pelajar dari Itali, Spanyol dan Prancis Selatan menghadiri seminari-seminari
Muslim untuk belajar matematika, filsafat, kedokteran, kosmografi, dan
lain-lain. Dalam waktu yang tidak lama, mereka telah menjadi kandidat profesor
di universitas-universitas pertama di Barat, yang dibangun dengan mencontoh
seminari-seminari Muslim tersebut.
Tahap kedua, bermula dari pendirian universitas-universitas pertama Barat. Gaya
arsitektur, kurikulum, dan metode dan pengajaran universitas-universitas ini
sama dengan yang ada pada seminari-seminari Muslim. Untuk pertama kalinya, seminari Salermo didirikan di kerajaan Napoli
(Naples) oleh Raja Fredrick dari Sisilia. Di Sisilia, buku-buku Aristoteles
diterjemahkan ke dalam Latin dari terjemahan bahasa Arabnya, untuk kemudian
dibawa ke Itali. Pada saat yang sama
universitas-universitas penting juga didirikan di Pandua, Toulouse dan,
belakangan di Leon.
tahap ketiga, sains Muslim ditransmisi ke Prancis dan wilayah-wilayah Barat lewat
Itali. Seminari-seminari dari Bologna dan Montpellier didirikan pada awal abad
ketiga belas. Baru beberapa saat kemudian universitas Paris dibuka. Sementara
itu, sains Barat ini tiba ke Inggris dan Jerman, masing-masing lewat
universitas Oxford dan Köln, yang didirikan dengan pola yang sama.
Dari berbagai universitas yang ada, tiga di antaranya yang sangat
termasyhur yakni universitas Al-Azhar di Kairo, universitas Nizamiyah di
Baghdad, dan universitas Cordoba di Andalusia. Untuk yang terakhir ini, banyak
orang Barat-Kristen yang belajar di sana, yang pada urutannya kelak menjadi
salah satu tempat terpenting dalam proses transmisi pemikiran dan sains Islam
ke negeri-negeri asal mereka.
Sementara itu, bila hendak menelusuri bentuk-bentuk transmisi pemikiran dan
sains Islam ke Barat, setidaknya terdapat dua jalur paling menonjol yaitu kontak
intelektual dan perang salib.
1.
Kontak Intelektual
Dalam konteks ini, sedikitnya terdapat dua tempat yang sangat penting
dikemukakan di sini untuk disebut sebagai "pusat" transmisi pemikiran
dan sains Islam ke Barat-Kristen Abad Pertengahan.
Pertama, Spanyol, tepatnya Andalusia. Di
Andalusia banyak sekali universitas yang didirikan. Di sana, orang-orang Eropa
banyak berdatangan untuk kepentingan studi dan transfer cultural. Sebut
saja misalnya, Michael Scot, Robert Chester, Adelard Barth, Gerard dari
Cremona, dan lain-lain nama yang merintis kegiatan studi di Andalusia. Toledo
mempunyai peranan amat penting dalam hal ini. Seperti diketahui bahwa Toledo,
yang telah direbut kembali oleh orang-orang Nasrani kemudian, terdapat
masjid-perpustakaan yang amat banyak menyimpan khazanah intelektual Muslim.
Orang-orang Arab campuran dan Yahudi, kemudian bekerja bersama-sama orang Nasrani
Spanyol untuk melakukan penerjemahan besar-besaran. Mereka mempelajari dan
selanjutnya menerjemahkan matematika, kedokteran, astronomi, fisika, kimia, dan
lain-lain dari universitas-universitas tersebut baik yang berada di Cordoba,
Toledo, Seville maupun Granada.[8]
Kedua, Sisilia. Di
wilayah ini, sains Islam, khususnya kedokteran dipelajari di Salermo.
Penerjemahan besar-besaran dilakukan terutama oleh Constantinus Africanus (1087
M) yang beruntung menjadi murid seorang Arab. Dari terjemahan-terjemahan bahasa
Arab, ia menghasilkan terjemahan Latin karya-karya Hipocrates dan Gales di
samping menerjemahkan karya-karya orisinal sarjana-sarjana Muslim. Di Palermo,
ibukota Sisilia, juga timbul gerakan penerjemahan besar-besaran pada abad ke-13
M di bawah dorongan Raja Fredrick II dan Roger II. Dari sini, karya-karya terjemahan itu dibawa ke Eropa bagian selatan, dan
kelak melahirkan Renaisans di Itali.
2.
Kontak Perang Salib
Siria dan sekitarnya, seperti diketahui, adalah wilayah di mana Islam dan
Barat berjumpa dalam bentuk perang Salib. Perang yang berlangsung antara 1095
sampai 1291ini, sedikitnya punya pengaruh terhadap transmisi pemikiran dan
sains Islam ke Barat. Kendati demikian, disadari bila pengaruh perang salib di
sini tidaklah begitu intens, mengingat orang-orang yang datang sebagai pasukan
Salib adalah ksatria-ksatria perang dan bukan ilmuan. Sehingga, dapat dikatakan
bahwa sekiranya pun terjadi transmisi akibat perang salib tetapi bentuknya tak
lebih dari peniruan tatacara hidup sebagai hasil kekaguman Barat dalam hal ini
pasukan Salib terhadap masyarakat Islam yang mereka lihat. Transmisi terlihat
terutama pada kemiliteran, arsitektur, teknologi pertanian, industri,
rumah-rumah sakit, permandian umum, dan dalam batas tertentu juga sastra.
Di samping dua bentuk yang mengakibatkan terjadinya transmisi pemikiran dan
sains Islam ke Barat, tak sedikit historian melihat bila terdapat pula pengaruh
kontak pribadi dalam proses itu. Pandangan ini berangkat dari satu kenyataan
bahwa sejak penaklukan Siria, Mesir dan Persia oleh ekspedisi-ekspedisi Islam
sejak khalifah 'Umar ibn al-Khattab, tak sedikit orang-orang Kristen di Timur
(Bizantium) menjalin kontak pribadi dengan orang-orang Islam. Karena semangat
liberasi, moderasi dan toleransi yang dimiliki umat Islam, sehingga orang-orang
Kristen tidak menemukan halangan dalam mengikuti kegiatan intelektual dan
kebudayaan kaum Muslim. Tak jarang di antara mereka menjadi tokoh-tokoh penting
dalam gerakan keilmuan Islam yang lahir kemudian. Mereka pula yang kelak banyak
membantu menerjemahkan karya-karya keilmuan Yunani ke dalam bahasa Arab, dan
selanjtnya, terutama pada paruh awal abad ke-11, karya-karya terjemahan
berbahasa Arab itulah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh
sarjana-sarjana Barat.
3.
Pengaruh sains islam
terhadap sains Barat
Salah satu karya pemikiran Barat yang secara jujur melihat pengaruh
pemikiran Islam terhadap pemikiran Barat-Kristen adalah Kalam Cosmological
Argument, karangan William Craig. Sementara, polemik posthumous
antara Al-Ghazali dan Ibn Rusyd misalnya, mendapatkan pantulannya dalam
pemikiran Bonaventura dan Thomas Aquinas (1226-1274). Sekalipun di bawah
bayangan inkuisisi mereka tidak akan mengakui pengaruh itu, namun para sarjana
modern menemukan bahwa itu memang ada, dan cukup substansial. Demikian pula,
sekarang ini mulai ada perhatian kepada kemungkinan adanya pengaruh pemikiran
Islam ke dalam teologi Reformasi Kristen. Misalnya, ajaran Reformasi Kristen
bahwa Kitab Suci terbuka untuk semua pemeluk (dan tidak perlu dibatasi wewenang
membaca dan menafsirkan hanya kepada kelas pendeta saja), dan bahwa setiap
pribadi manusia bertanggung jawab kepada Tuhan.[9]
Mempertimbangkan bahwa ajaran serupa itu hampir tidak dikenal di kalangan
Kristen sebelumnya, maka sulit sekali membayangkan bila para pemikir Reformis
tidak terpengaruh ajaran Islam yang relevan.
Sementara itu, dalam bidang sains, pengaruh Islam atas Barat mencakup
perkenalan ilmu-ilmu sejarah, metode kelimuan dan penciptaan landasan bagi sains modern.
Salah satu metode keilmuan terutama dalam kerangka bangunan sains Islam
motif penemuan metode eksperimental oleh kaum Muslim, memang patut dikedepankan
di sini. Seperti diketahui, dengan kian meluasnya teritori Islam sebagai hasil
gemilang ekspedisi-ekspedisi militer (futuhat) sejak 'Umar ibn
al-Khattab, khalifah II kaum Muslim mengalami kontak-kontak kebudayaan dan
ilmiah (scientific and cultural encounter) dengan bangsa-bangsa lain.
Satu di antara kontak terpenting adalah perjumpaan Islam dengan kebudayaan
Yunani.
Namun, kata Iqbal berhubung dengan konkretnya jiwa Al-Qur'an, sedang
pemikiran Yunani bersifat spekulatif, maka timbullah pemberontakan intelektual
kaum Muslim terhadapnya di segenap lini berfikir. Memang Al-Qur'an bertentangan
dengan pemikiran Yunani yang lebih mengutamakan teori dan mengabaikan kenyataan
memberi perhatian yang sangat besar kepada, di samping anfus (jiwa),
juga alam empiris (afaq) dalam terminologinya.
Segeralah, setelah itu, Islam melahirkan tidak sedikit ilmuan-ilmuan
eksperimental yang luar biasa. Kepada sebagian di antara mereka inilah Roger Bacon,
bahkan juga Francis Bacon yang kemudian disebut-sebut sebagai 'penemu' metode
eksperimental di Barat belajar di universitas Islam di Spanyol.
Di samping afaq (alam empirik) dan anfus (jiwa), Al-Qur'an
juga banyak menyebut sejarah sebagai sumber pengetahuan. Walhasil, kaum Muslim
tercatat sebagai sejarawan-sejarawan dalam arti sesungguhnya istilah ini yang
paling dini dalam sejarah umat manusia. Kita, misalnya, mengenal Al-Thabari,
Ibn al-Atsir, Al-Mas'udi dan puncaknya Ibn Khaldun sebagai sejarawan dan
historiograf-historiograf paling dini. Bahkan untuk tokoh yang terakhir ini,
dipandang sebagai filsuf sejarah yang pertama di dunia.
Penemuan metode eksperimental oleh cendekiawan Muslim memperlihatkan
kemudian pengaruhnya yang amat besar terhadap penciptaan landasan sains modern.
Sejak Roger Bacon dan Francis Bacon "merumuskan" kembali metode
empirikal sebagai metode keilmuan, sains Barat tiba-tiba saja mengalami
revolusi. Suatu iklim keilmuan yang kelak berpengaruh terhadap gerakan
Renaisans di Barat.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dasar-dasar pemerintahan daulat
Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abdul-Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur,
maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya,
yaitu al-Mahdi (775-758 M), al-Hadi (775-786 M), Harun ar-Rasyid (786-809 M),
al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tahsim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan
al-Mutawakkil (847-861 M).
1.
Perkembangan intelektual
a.
sains dan tekhnologi
b.
astronomi
c.
matematika
d.
filsafat
e.
kedokteran
f.
sastra
g.
sejarah
h.
hukum
Transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat Abad Pertengahan melewati
tahap-tahap sebagai berikut:
a. Tahap pertama, kelompok sarjana (Barat) mengunjungi wilayah-wilayah Muslim untuk
melakukan kajian-kajian pribadi.
b.
Tahap kedua, bermula
dari pendirian universitas-universitas pertama Barat. Gaya arsitektur,
kurikulum, dan metode dan pengajaran universitas-universitas ini sama dengan
yang ada pada seminari-seminari Muslim.
c.
tahap ketiga, sains Muslim ditransmisi ke
Prancis dan wilayah-wilayah Barat lewat Itali. Seminari-seminari dari Bologna
dan Montpellier didirikan pada awal abad ketiga belas. Baru
DAFTAR
PUSTAKA
Syukur
fatah, Sejarah Peadaban Islam,
PT.Pustaka Rizki Putera, Semarang (Januari 2010)
Nurcholish
Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia, Cet. I, (Jakarta: Paramadina, 1995),
Haidar
Bagir, "Jejak-jejak Sains Islam dalam Sains Modern", jurnal Ulumul
Qur'an, No. 2 Vol. 2 thn. 1989
SJ
Fadil, Pasang Surut Peradaban Islam dalam
lintasan sejarah,Malang Press, Malang (2008),
Nourouzzaman
Shiddiqi, Tamaddun Islam: Bunga Rampai Kebudayaan Muslim, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1986
Syed
Mahmudunnashir, Islam Konsepsi dan
Sejarahnya, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994
[1] Syed
Mahmudunnashir, Islam Konsepsi dan
Sejarahnya, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994, hal. 246
[2] Syukur fatah, Sejarah Peadaban Islam, PT.Pustaka Rizki Putera, Semarang (Januari
2010), h. 94-97
[4] SJ Fadil, Pasang
Surut Peradaban Islam dalam lintasan sejarah,Malang Press, Malang (2008),h. 180-188
.170-171
[6] Dr. Munawar Ahmad Anees adalah seorang pakar biologi yang bergiat di bidang
penemuan filsafat-sains Islam. Banyak berkecimpung dalam pelahiran dan
pengembangan jurnal-jurnal ilmiah keislaman yang punya reputasi internasional.
Pernah menjadi contributing-editor pada Afkar/Inquiry (London),
Editor pada Journal of Islamic Science & International Journal of
Islamic and Arabic Studies (Bloomington) dan kini menjabat managing-editor
pada Periodica Islamica (Malaysia).
[7] Haidar Bagir, "Jejak-jejak Sains Islam dalam Sains Modern",
jurnal Ulumul Qur'an, No. 2 Vol. 2 thn. 1989, h. 34-35.
[8] Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun
Islam: Bunga Rampai Kebudayaan Muslim, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), h.
67-80.
[9] Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan:
Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Cet. I, (Jakarta:
Paramadina, 1995), h. 47-48.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar