Jumat, 06 Februari 2015

PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH



PENDAHULUAN

                  A.    Latar Belakang
Bani Abbasiyah mewarisi imperium besar dari Bani Umayyah. Mereka dapat memungkinkan untuk mencapai hasil lebih banyak karena landasannya telah dipersiapkan oleh Bani Umayyah yang besar dan Abasiyyah yang pertama memanfaatkannya. Penggantian Umayyah oleh Abasiyyah ini bukan sekedar penggantian dinasti, tetapi merupakan suatu revolusi dalam sejarah Islam, suatu titik balik yang sama pentingnya dengan Revolusi Perancis dan Revolusi Rusia di dalam Sejarah Barat[1].
Bani Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia, sehingga banyak dipengaruhi oleh peradaban bangsa Persia. Jika bani Umayyah dengan Damaskus sebagai Ibu Kotanya mementingkan kebudayaan Arab, maka bani Abbasiyah dengan memindahkan Ibu kotanya ke Baghdad telah agak jauh dari pengaruh Arab. Baghdad terletak di daerah yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Persia. Di samping itu, tangan kanan yang membawa Bani Abbasiyah kepada kekuasaan adalah orang-orang Persia. Dan setelah berkuasa, cendekiawan Persialah yang mereka jadikan sebagai pembesar-pembesar di istana.
Dengan naiknya kedudukan orang-orang Persia dan kemudian orang-orang Turki dalam pemerintahan bani Abbasiyah, kedudukan orang-orang Arab menurun. Masa ini bukanlah masa ekspansi daerah kekuasaan seperti pada masa Umayyah tetapi masa pembentukan kebudayaan dan peradaban Islam. Berbagai macam disiplin keilmuan meningkat pesat. Perguruan Tinggi yang didirikan pada zaman ini antara lain Baitul Hikmah di Baghdad dan Al-Azhar di Kairo yang hingga kini masih harum namanya sebagai universitas Islam yang termasyhur di seluruh dunia.
Periode ini adalah periode peradaban Islam yang tertinggi dan memiliki pengaruh walaupun tidak secara langsung pada tercapainya peradaban modern di Barat sekarang. Periode kemajuan Islam ini menurut Christoper Dawson, bersamaan masanya dengan abad kegelapan di Eropa. Pada abad ke-11 Eropa mulai sadar akan adanya peradaban Islam  yang tinggi di Timur dan melalui Spanyol, Sicilia dan Perang Salib peradaban itu sedikit demi sedikit di transfer ke Eropa. Dari Islam-lah Eropa mempelajari semua ilmu pengetahuan. Maka tidak mengherankan jika Gustave Lebon mengatakan bahwa “orang Arab-lah yang menyebabkan kita mempunyai peradaban, karena mereka adalah imam kita selama enam abad”.

                B.  Rumusan Masalah
1.  Apa Latar balakang dalam menciptakan Prestasi dan intelektual pada masa Dinasti Abbasiyah ?
2.  Bagaimana perkembangan intelektual baerupa sains dan tekhnologi, astronomi, matematika, filsafat, kedokteran, sastra, sejarah serta hukum ?
3.      Apa pengertian transmisi dan sebab-sebab terjadinya transmisi peradaban dan kebudayaan muslim ke dunia barat ?




PEMBAHASAN

               1.      Latar balakang dalam menciptakan Prestasi dan intelektual pada masa Dinasti Abbasiyah
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. karena itu Pembina sebenarnya dari daulat Abbasiyah adalah Abu Ja’far al-Manshur (754-775M). dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah, Khwarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu persatu disingkirkannya. Abdullah ibn Ali dan Shalih ibn Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syiria dan Mesir, karena tidak bersedia membaiatnya, dibunuh oleh Abu Muslim al-Khurasani atas perintah Abu Ja’far.
Pada mulanya ibu kota Negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Manshur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru di bangunnya, Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Clesiphon, tahun 762 M.
Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan menetapkan keamanan di daerah perbatasan. Diantara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-bneteng di Asia, kota Malatia, wialyah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M.
Pada masa al-Manshur pengertian khalifah kembali dirubah. Dia berkata: “Innama ani sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adlah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)”. Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al-Khulafa’ ar-Rasyidin. Di samping itu, berebda dari daulat Umayyah, khalifa-khalifah Abbasiyah memakai gelar tahta, seperti al-Manshur adalah gelar tahtanya Sulthan Abu Ja’far. Gelar tahta itu lebih populer dari pada nama sebenarnya.
Dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abdul-Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-758 M), al-Hadi (775-786 M), Harun ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tahsim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat denagn peningkatan disektor pertanian mulai dari irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Basharah menjadi pelabuhan yang penting.
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun ar-Rasyid (786-80 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun ar-Rasyid untuk keperluan sosial; rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 0rang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tidak tertandingi. Al-Ma’mun, pengganti ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemah buku-buku asing digalakkan untuk menerjemahkan buku-buku Yunanai, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, satu karya besaranya yang terpenting adalah pembangunan baitul hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguraun tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Mu’tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemberitahuan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa daulat Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah tehenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang menggangu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi’ah, dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran keagamaan. Semuanya dapat dipadamkan.
Dibawah Bani Abbas, kaum ningrat arabia yang lama diganti dengan kelas pejabat pemerintahan. Ke khalifahan Abbasiyah sangat dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh Persia. Orang-orang Khurasan membentuk pengawal ke khalifahan dan orang-orang Persia membentuk pos-pos yang penting didalam pemerintahan khalifah Abbsiyah.
Pengaruh persi dapat melunakkan kekasaran dari kehidupan Arabia yang primitif itu dan membuka jalan bagi suatu zaman baru yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan pengajaran dan ilmu pengetahuan.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul kokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan, politik dan agama. Disisi lain kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapakan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengethuan dalam islam.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai keemasan, dibawah pimpinan al-Mahdi, al-Hadi, Harun ar-Rasyid, al-Ma’mun, al-Mu’tashim, al-Wasiq dan al-Mutawakil.[2]

                  A.    Lahirnya Tokoh Intelektual Muslim
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Baghdad menjadi pusat kegiatan intelektual, musik, puisi, sesusastraan dan filsafat mulai berkembang. Sinar ilmu pengetahuan tambah bercahaya yang demikian karena negara-negara bagian dari kerajaan Islam raya belomba-lomba dalam memberi kedudukan terhormat pada para ulama dan para pujangga.
Adapun zaman keemasan khusus dalam bidang ilmu pengetahuan adalah periode yang sedang kita bicarakan, demikain Jarji Zaldan melukiskan masa daulat Abbasiyah IV, karena dalam masa tersebut berbagai ilmu pengetehuan telah matang, pertumbuhannya telah sempurna dan berbagai kitab yang bermutu telah cukup banyak dikarang terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab dan filsafat.
Seperti yang telah diterangkan bahwa dalam zaman ini berbagai cabang ilmu islam telah tumbuh subur seperti yang dilukiskan ahli sejarah Jarji Zardan. Pada awal sejarahnya, ilmu-ilmu Islam berkembang dalam bidang qira’ah, tabsir dan hadis kemudian menyusul ilmu fiqih. Ilmu-ilmu ini bertambah subur berkembang, sesuai denagan evolusi kemajuan masyarakat. Telah diketahui bahwa ilmu fiqih telah matang dan berkembang kaidah-kaidahnya pada masa daulat Abbasiyah II. Dari ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan keahlian bidang-bidang ilmu pengetahuan.[3]

             B. Perkembangan intelektual berupa sains dan tekhnologi, astronomi, matematika, filsafat, kedokteran, sastra, sejarah serta hukum
  
1.      Bidang Matematika
Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khwarizm (sekarang Kuva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850. Hampir sepanjang hidupna,  ia bekerja sebagai dosen di Sekolah Kehormatan di Baghdad dan ia juga penemu angka nol.
Buku pertamanya, Al-Jabar adalah buku pertama yang membahas solusi sistematik dari linear dan notasi kuadrat. Sehingga ia  disebut sebagai Bapak Aljabar.
Kontribusi beliau tidak hanya berdampak besar pada matematika, tapi dalam kebahasaan. Kata aljabar berasal dari kata al-jabr, satu dari dua operasi dalam matematika untuk menyelesaikan notasi kuadrat, yang tercantum dalam buku beliau.
2.      Bidang Kedokteran
Perkembangan ilmu kedokteran sejalan dengan perkembangan ilmu filsafat. Mula-mula al-Mansur mengundang seorang dokter kepala dari Jundishapur kemudian berturut-turut mengundang dokter-dokter ternama dari Syria, Mesir, Bizantium dan India untuk berkumpul di Baghdad. 
Ada beberapa perguruan tinggi kedokteran yang terkenal, antara lain:
a.       Sekolah tinggi kedokteran di Yunda Shapus.
b.      Sekolah tinggi kedokteran di HIrran, Syeria.
c.       Sekolah tinggi kedokteran di Baghdad.
Para dokter dan ahli kedokteran islam yang terkenal antara lain:
1.      Jabir ibn Hayyan, (wafat tahun 161H./778M.), sbagai bapak ilmu kimia.
2.      Hunain ibn Ishaq, (194-264H/.810-878M.), ahli mata yang terkenal.
3.      Tabib ibn Qurra 9221-228H./836-901M.)
4.      Ar-Raji 9251-313H./809-873M.)
5.      Ibn Sina dengan karyanya al-Qanun fi al-Tibb (Canon of Medicine) dan Materia Medica yang memuat 760 obat-obatan.

3.      Bidang Astronomi ( Ilmu Falak)
Kaum muslimin memiliki modal besar dalm mengembangkan Ilmu Falak. Mereka telah berhasil menjadikan satu aliran-aliran yang dianut masyarakat Yunani, Hindu, Persia, Kaldan, dan Arab Jahiliyah.
Ilmu bintang yang memegang peranan penting dalam menetukan garis politik para khalifah dan para amir, yang mendasarkan perhitungan krjanya pada peredaran bintang.
Diantara para sarjana Ilmu Falak Ilmu Bintang yang termasyhur, yaitu:
1.      Abu Ma’syar al-Falaky ( wafat 272 H), yaitu Ja’far bin Umar al-Falaky, yang terkenal dengan nama Abu Ma’syar al-Falaky.
2.      Jabir Batany ( wafat 319 H), yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Jabir al-Batany al- Hiranya ash-Shaby, yang telah menetapkan letak bintang.
3.      Abu Hasan ( 277-352 H), yaitu Abu Hasan Ali bin Abi Abdillah Harun bin Ali. Beliau sarjana ilmu Bintang yang terbesar pada masanya.
4.      Al-Biruny ( wafat tahun 440 H), yaitu Muhammad bin Ahmad Al-Biruny. Beliau ahli Ilmu Bintang yang besar dalam perjalanan sejarah.
5.      Al-Farghani ( Alfraganus) ( sekitar tahun 860) menulis kitab Ushul al-Falak ( prinsip-prinsip astronomi) dan Jawami’ ilm al-Nujum wa Ushul al-Harakahal-Samawiyyah (penjelasan lengkap tentang bintang dan prinsip-prinsip gerkan langit).
6.      Al-Battani (Albatanius) (859-929) bersama Sabit bin Qurrah (836-901) merupakan penerus al-Farghani.

4.      Sejarah
Dalam bidang sejarah, pada mulanya masih terasa pengaruh sistem penulisan masa Umayyah. Bentuk histrografi berupa biografi, telah sampai kepada kita karya Ibnu Hisyam (wafat 218-834H). Histografi Islam mencapai masa jayanya melalui al-Thabari dan al-Mas’udi Abu Jaf’ar Muhammad bin Jarir al-Thabari (838-923) menulis sebuah buku sejarah Tarikh al-Rasul wa al-Mamalik. Buku ini dianggap karya pertama yang paling lengkap tentang sejarah dalam bahasa Arab. Sejarahwan seperti Miskawaih, Ibn al-Athir dan Abu al-Fida, menggunakannya sebagai referensi.
Setelah al-Thabari, Mas’udi dan Miskawaih, karya di bidang sejarah dianggap mengalami kemunduran. Namun, setelah masa ketiga tokoh tersebut, lahir sarjana-sarjana dalam bidang sejarah seperti Izz al-Din Ibnu al-Athir (1160-1234) dengan karyanya al-Kamil fi al-Tharikh dan Usd al-Ghabah. Buku ini memuat kumpulan biografi dari 7500 sahabat. Ibn al-Athir disusul oleh Sibth bin al-Jawzi (1186-1257) yang menulis buku Mirat al-Zaman fi Tarikh al-Ayyam, suatu sejarah umum sejak zaman Yahudi sampai tahun 1256. Ibnu Khalkan (wafat 1282) menyusun kamus biografi nasional.
Di Spanyol Andalusia sajarawan pada masa awal yang terkenal, diantaranya Abu Bakar bin Umar yang selalu dikenal dengan al-Quthiyah (wafat 977). Sejarawan dari Cardova inimenulis buku Tarikh Iftitah (Fath) Andalus yang isinyaa menceritakan tentang permulaan penaklukan Islam sampai masa pemerintahan Abd al-Rahman III. Penulis biografi dari Spanyol, adalah Abu al-Wahid Abdullah bin Muhammad bin al-Faradhi. Ia dilahirkan di Cardova pada tahun 962 dan setelah ia kembali ke Spanyol ditunjuk sebagai qadhi di Valencia. Ketika Cardova direbut oleh clan Barbar pada tahun 1013, ia terbunuh dan mayatnya ditemukan empat puluh hari kemudian. Salah satu dari sekian banyak karyanya adalah Tarikh al-Ulama al-Andalus. Buku penting lainyya yang digunakan untuk mempelajari Spanyol adalah Bughyat al-Mutamimm fi Tarikh Rujal Andalus.     
5.      Sains
Spanyol Islam banyak melahirkan tokoh dalam lapangan sains. Dalam bidang matematika, pakar yang sangat terkenal adalah Ibn Sina. Selain ahli dalam bidang tersebut, ia juga dikenal sebagai seorang teknorat dan ahli ekologi. Bidang matematika jugamelahirkan nama Ibn Saffat dan Al-Kimmy, keduanya juga ahli dalam bidang teknik (Philip K.Hitti, 1974:570)
Dalam bidang fisika dukenal seorang tokoh Ar-Razi. Dialah yang meletakkan dasar ilmu kimia dan menolak kegunaan yang bersifat takhayul. Dia jugalah yang menemukan rumusan klasifikasi binatang, tumbuhan, numerial. Ar-Razi membuat sejumlah substansi dan proses kimiawi, sebagian darinya seperti distilasi dan kristalisasi yang sekarang digunakan (George F. Kreller, 1978:4)
Dalam bidang kimia dan astronomi, selain Abbas Ibn Farmas, juga dikenal Ibrahim Ibn Yahya An-Naqqosh. Yang pertama dikenal sebagai penemu pembuatan kaca dari batu dan yang kedua sebagai orang yang dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari. Dalam berbagai disiplinilmu yang lain, Spanyol Islam juga banyak melahirkan pakar, seperti Zahrawi  (kedokteran), yang menemukan pengobatan lemah syahwat, pembedahan, dan lain-lain.
6.      Filsafat
Dalam bidang ini, Spanyol Islam telah merintis pembangunannya sekitar abad ke-9 M. Sejak abad ini, minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan, yakni selama pemerintahan Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad Ibn Abd Ar-Rahman (823-886) (Majid Fahri,1986:357).
Kajian filsafat ini dilanjutakan oleh penguasa berikutnya, yakni Al-Hakam (961-976 M.) denagan mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor karya-karya ilmiah dan filosofis dari timur dalam jumlah besar. Dengan berbagai upaya yang dilakukan dan adanya dukungan politis dari penguasa, akhirnya Cardova mampu berdiri sejajar dengan Baghdad sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, dan melahirkan banyak filosof terkenal yanf wacana perenungan dan pemikiranyya mewarnai struktur bangunan ilmu pengetahuan sampai abad sekarang.
Tokoh-tokoh filsafat yang lahir pada masa itu, antara lain Abu Bakri Muhamad Ibn As-Sayiqh yang leabih dikenal dengan Ibn Bajah sebagaimana Al-Farabi dan Ibn Sina, Ibn Bajah melalui pemikiranyya sering mengembangkan berbagai permasalahan yang bersifat etis dan eskatologis. Filosof selanjutnya adalah Abu Bakar Ibn Thufail. Melalui berbagai karyanya, ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang masyhur berjudul Hay Ibn Yaqzahn ( Badri Yatim, 1986:101). Para filosof lainnya adalah Ibn Maimun, Ibn Arabi, Sulaiman Ibn Yahya, juga Ibn Rusyd yang juga dikenal ahli fiqh ( Anwar G. Ghejne, 1974:165).
7.      Tekhnologi
Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahhan Harun ar-Rasyid , kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya dipengaruhi oleh dua hal yaitu:
a.       Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu falsafah dan sastera. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama Falsafah.
b.      Gerakan Terjemah Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, falsafah, kimia dan sejarah. Dari gerakan ini muncullah tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan.[4]
8.      Hukum
Dalam rangka memperluas ruang lingkup dan cakrawala pandangan hukum Islam, maka para pemikir Muslim berusaha mengembangkan pemikiran tentang hukum Islam para fuqaha yang lahir pdan pada masa Abbasiyah dan seterusnya dapat digolongkan dalam dua aliran, yaitu ahli Hadis dan ahli Ra’yi. Ahli hadits mendasarkan pemikirannya-pemikirannya pada Hadits Rasulullah. Mereka disebut sebagai aliran Madinah. Di Madinah banyak tersebar Hadits Rasulullah. Ahli  ra,yi di sebut juga dengan aliran kuffah atau Irak, mereka mendasarkan pemikiran-pemikiran hukumnya pada kemampuan akal fikiran dan pengalamnnya. Di kuffah,asrah, Baghdad, sedikit hadis nabi yang tersebar, karena itu lebih di utamakan ra’yi. Tokoh aliran ini ialah Abu Hanifah , ia seorang Persia yang disebarkan di Kuffah dan Baghdad.[5]

                   C.    Tahapan dan bentuk-bentuk transmisi  sains islam ke Barat abad Pertengahan
Tak dapat disangkal termasuk oleh kalangan ilmuan Barat bahkan telah menjadi satu klise bahwa pengembangan sains modern dibangun di atas kontribusi ilmuan-ilmuan Muslim. Di antara sumbangan terpenting mereka adalah penemuan metode eksperimental, yang pada gilirannya melahirkan revolusi di bidang sains dan teknologi hingga tingkat pengembangannya sebagai sekarang ini. Terlepas dari keasyikan "memuja" masa lampau, fakta di atas disebutkan tidak saja dalam rangka menjadikannya 'ibrah (pelajaran) tetapi juga seperti disebutkan Munawar Ahmad Anees[6]sebagai keadilan sejarah (historical justice). Dengan begitu diharapkan, bukan hanya kaum di luar Islam, tapi kaum Muslim sendiri dapat memandang agamanya secara lebih utuh: dalam hal ini sebagai suatu kekuatan peradaban yang (pernah) terbukti mampu mendorong pemeluknya untuk dapat jika bukannya harus menjadi perambah jalan bagi penciptaan suatu masa depan kemanusiaan yang progresif, di samping tentunya lebih manusiawi.
Sesungguhnya, pengaruh peradaban Muslim (Abad Pertengahan) jauh lebih luas dibanding "sekadar" peletakan landasan sains modern. M.M. Sharif, salah seorang pemikir Muslim Pakistan terkemuka pasca Iqbal seperti dikutip Haidar Bagir menambahkan beberapa sumbangan lain pemikiran Islam atas pemikiran Barat: pengenalan ilmu-ilmu sejarah; penyelarasan filsafat dengan agama; penggalakan mistisisme Barat; peletakan landasan bagi Renaisans di Itali; dan sampai tingkat tertentu membentuk pemikiran Eropa modern hingga masa Immanuel Kant, bahkan (pada jurusan tertentu) hingga masa yang lebih belakang.[7]
Bahkan, dalam wilayah tertentu tampak jelas betapa besar kontribusi kaum Muslim terhadap dunia modern. Robert Stephen Briffault (1906-1948), dalam The Making of Humanity, menulis:
"Meski tak satu aspek pun pertumbuhan Eropa tak dipengaruhi secara menentukan oleh Kebudayaan Islam, (namun) pengaruh yang paling jelas dan penting adalah pada sains-sains kealaman (natural science) dan ruh ilmiah (scientific spirit).
Sains adalah sumbangan terbesar peradaban Arab (baca: Islam, pen) kepada dunia modern tetapi buahnya lambat masaknya. Baru tak lama setelah kebudayaan Moor (Arab-Spanyol) terbenam kembali ke dalam kegelapan, maka raksasa yang dilahirkannya bangkit dalam keperkasaannya. Bukan hanya sains yang telah menghidupkan kembali Eropa, melainkan pengaruh-pengaruh lain peradaban Islam juga memancarkan kemilau aslinya kepada kehidupan modern..."
Di samping Beffault, tak sedikit sarjana-sarjana Barat yang secara jujur mengungkapkan kontribusi pemikiran dan sains Islam terhadap Barat. Sebut saja di antaranya Thomas Arnold, Alfred Guillame, George Anawati, Gustave Le Bon, S. Lane Poole, M.P.E Berthelot, George Sarton, Max Meyerhof, John William Drafer, Maurice Lombard, serta Eugene A. Myers.
Tahapan dan bentuk-bentuk transmisi intelektual dan sains Islam ke Barat. Transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat Abad Pertengahan melewati tahap-tahap sebagai berikut:
Tahap pertama, kelompok sarjana (Barat) mengunjungi wilayah-wilayah Muslim untuk melakukan kajian-kajian pribadi. Constantinus Africanus (1087 M) dan Adelhard (1142 M) dari Inggris dapat disebut sebagai perintisnya. Belakangan banyak pelajar dari Itali, Spanyol dan Prancis Selatan menghadiri seminari-seminari Muslim untuk belajar matematika, filsafat, kedokteran, kosmografi, dan lain-lain. Dalam waktu yang tidak lama, mereka telah menjadi kandidat profesor di universitas-universitas pertama di Barat, yang dibangun dengan mencontoh seminari-seminari Muslim tersebut.
Tahap kedua, bermula dari pendirian universitas-universitas pertama Barat. Gaya arsitektur, kurikulum, dan metode dan pengajaran universitas-universitas ini sama dengan yang ada pada seminari-seminari Muslim. Untuk pertama kalinya, seminari Salermo didirikan di kerajaan Napoli (Naples) oleh Raja Fredrick dari Sisilia. Di Sisilia, buku-buku Aristoteles diterjemahkan ke dalam Latin dari terjemahan bahasa Arabnya, untuk kemudian dibawa ke Itali. Pada saat yang sama universitas-universitas penting juga didirikan di Pandua, Toulouse dan, belakangan di Leon.
tahap ketiga, sains Muslim ditransmisi ke Prancis dan wilayah-wilayah Barat lewat Itali. Seminari-seminari dari Bologna dan Montpellier didirikan pada awal abad ketiga belas. Baru beberapa saat kemudian universitas Paris dibuka. Sementara itu, sains Barat ini tiba ke Inggris dan Jerman, masing-masing lewat universitas Oxford dan Köln, yang didirikan dengan pola yang sama.
Dari berbagai universitas yang ada, tiga di antaranya yang sangat termasyhur yakni universitas Al-Azhar di Kairo, universitas Nizamiyah di Baghdad, dan universitas Cordoba di Andalusia. Untuk yang terakhir ini, banyak orang Barat-Kristen yang belajar di sana, yang pada urutannya kelak menjadi salah satu tempat terpenting dalam proses transmisi pemikiran dan sains Islam ke negeri-negeri asal mereka.
Sementara itu, bila hendak menelusuri bentuk-bentuk transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat, setidaknya terdapat dua jalur paling menonjol yaitu kontak intelektual dan perang salib.
1.      Kontak Intelektual
Dalam konteks ini, sedikitnya terdapat dua tempat yang sangat penting dikemukakan di sini untuk disebut sebagai "pusat" transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat-Kristen Abad Pertengahan.
Pertama, Spanyol, tepatnya Andalusia. Di Andalusia banyak sekali universitas yang didirikan. Di sana, orang-orang Eropa banyak berdatangan untuk kepentingan studi dan transfer cultural. Sebut saja misalnya, Michael Scot, Robert Chester, Adelard Barth, Gerard dari Cremona, dan lain-lain nama yang merintis kegiatan studi di Andalusia. Toledo mempunyai peranan amat penting dalam hal ini. Seperti diketahui bahwa Toledo, yang telah direbut kembali oleh orang-orang Nasrani kemudian, terdapat masjid-perpustakaan yang amat banyak menyimpan khazanah intelektual Muslim. Orang-orang Arab campuran dan Yahudi, kemudian bekerja bersama-sama orang Nasrani Spanyol untuk melakukan penerjemahan besar-besaran. Mereka mempelajari dan selanjutnya menerjemahkan matematika, kedokteran, astronomi, fisika, kimia, dan lain-lain dari universitas-universitas tersebut baik yang berada di Cordoba, Toledo, Seville maupun Granada.[8]
Kedua, Sisilia. Di wilayah ini, sains Islam, khususnya kedokteran dipelajari di Salermo. Penerjemahan besar-besaran dilakukan terutama oleh Constantinus Africanus (1087 M) yang beruntung menjadi murid seorang Arab. Dari terjemahan-terjemahan bahasa Arab, ia menghasilkan terjemahan Latin karya-karya Hipocrates dan Gales di samping menerjemahkan karya-karya orisinal sarjana-sarjana Muslim. Di Palermo, ibukota Sisilia, juga timbul gerakan penerjemahan besar-besaran pada abad ke-13 M di bawah dorongan Raja Fredrick II dan Roger II. Dari sini, karya-karya terjemahan itu dibawa ke Eropa bagian selatan, dan kelak melahirkan Renaisans di Itali.
2.      Kontak Perang Salib
Siria dan sekitarnya, seperti diketahui, adalah wilayah di mana Islam dan Barat berjumpa dalam bentuk perang Salib. Perang yang berlangsung antara 1095 sampai 1291ini, sedikitnya punya pengaruh terhadap transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat. Kendati demikian, disadari bila pengaruh perang salib di sini tidaklah begitu intens, mengingat orang-orang yang datang sebagai pasukan Salib adalah ksatria-ksatria perang dan bukan ilmuan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sekiranya pun terjadi transmisi akibat perang salib tetapi bentuknya tak lebih dari peniruan tatacara hidup sebagai hasil kekaguman Barat dalam hal ini pasukan Salib terhadap masyarakat Islam yang mereka lihat. Transmisi terlihat terutama pada kemiliteran, arsitektur, teknologi pertanian, industri, rumah-rumah sakit, permandian umum, dan dalam batas tertentu juga sastra.
Di samping dua bentuk yang mengakibatkan terjadinya transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat, tak sedikit historian melihat bila terdapat pula pengaruh kontak pribadi dalam proses itu. Pandangan ini berangkat dari satu kenyataan bahwa sejak penaklukan Siria, Mesir dan Persia oleh ekspedisi-ekspedisi Islam sejak khalifah 'Umar ibn al-Khattab, tak sedikit orang-orang Kristen di Timur (Bizantium) menjalin kontak pribadi dengan orang-orang Islam. Karena semangat liberasi, moderasi dan toleransi yang dimiliki umat Islam, sehingga orang-orang Kristen tidak menemukan halangan dalam mengikuti kegiatan intelektual dan kebudayaan kaum Muslim. Tak jarang di antara mereka menjadi tokoh-tokoh penting dalam gerakan keilmuan Islam yang lahir kemudian. Mereka pula yang kelak banyak membantu menerjemahkan karya-karya keilmuan Yunani ke dalam bahasa Arab, dan selanjtnya, terutama pada paruh awal abad ke-11, karya-karya terjemahan berbahasa Arab itulah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh sarjana-sarjana Barat.
3.      Pengaruh sains islam terhadap sains Barat
Salah satu karya pemikiran Barat yang secara jujur melihat pengaruh pemikiran Islam terhadap pemikiran Barat-Kristen adalah Kalam Cosmological Argument, karangan William Craig. Sementara, polemik posthumous antara Al-Ghazali dan Ibn Rusyd misalnya, mendapatkan pantulannya dalam pemikiran Bonaventura dan Thomas Aquinas (1226-1274). Sekalipun di bawah bayangan inkuisisi mereka tidak akan mengakui pengaruh itu, namun para sarjana modern menemukan bahwa itu memang ada, dan cukup substansial. Demikian pula, sekarang ini mulai ada perhatian kepada kemungkinan adanya pengaruh pemikiran Islam ke dalam teologi Reformasi Kristen. Misalnya, ajaran Reformasi Kristen bahwa Kitab Suci terbuka untuk semua pemeluk (dan tidak perlu dibatasi wewenang membaca dan menafsirkan hanya kepada kelas pendeta saja), dan bahwa setiap pribadi manusia bertanggung jawab kepada Tuhan.[9] Mempertimbangkan bahwa ajaran serupa itu hampir tidak dikenal di kalangan Kristen sebelumnya, maka sulit sekali membayangkan bila para pemikir Reformis tidak terpengaruh ajaran Islam yang relevan.
Sementara itu, dalam bidang sains, pengaruh Islam atas Barat mencakup perkenalan ilmu-ilmu sejarah, metode kelimuan dan penciptaan landasan bagi sains modern.
Salah satu metode keilmuan terutama dalam kerangka bangunan sains Islam motif penemuan metode eksperimental oleh kaum Muslim, memang patut dikedepankan di sini. Seperti diketahui, dengan kian meluasnya teritori Islam sebagai hasil gemilang ekspedisi-ekspedisi militer (futuhat) sejak 'Umar ibn al-Khattab, khalifah II kaum Muslim mengalami kontak-kontak kebudayaan dan ilmiah (scientific and cultural encounter) dengan bangsa-bangsa lain. Satu di antara kontak terpenting adalah perjumpaan Islam dengan kebudayaan Yunani.
Namun, kata Iqbal berhubung dengan konkretnya jiwa Al-Qur'an, sedang pemikiran Yunani bersifat spekulatif, maka timbullah pemberontakan intelektual kaum Muslim terhadapnya di segenap lini berfikir. Memang Al-Qur'an bertentangan dengan pemikiran Yunani yang lebih mengutamakan teori dan mengabaikan kenyataan memberi perhatian yang sangat besar kepada, di samping anfus (jiwa), juga alam empiris (afaq) dalam terminologinya.
Segeralah, setelah itu, Islam melahirkan tidak sedikit ilmuan-ilmuan eksperimental yang luar biasa. Kepada sebagian di antara mereka inilah Roger Bacon, bahkan juga Francis Bacon yang kemudian disebut-sebut sebagai 'penemu' metode eksperimental di Barat belajar di universitas Islam di Spanyol.
Di samping afaq (alam empirik) dan anfus (jiwa), Al-Qur'an juga banyak menyebut sejarah sebagai sumber pengetahuan. Walhasil, kaum Muslim tercatat sebagai sejarawan-sejarawan dalam arti sesungguhnya istilah ini yang paling dini dalam sejarah umat manusia. Kita, misalnya, mengenal Al-Thabari, Ibn al-Atsir, Al-Mas'udi dan puncaknya Ibn Khaldun sebagai sejarawan dan historiograf-historiograf paling dini. Bahkan untuk tokoh yang terakhir ini, dipandang sebagai filsuf sejarah yang pertama di dunia.
Penemuan metode eksperimental oleh cendekiawan Muslim memperlihatkan kemudian pengaruhnya yang amat besar terhadap penciptaan landasan sains modern. Sejak Roger Bacon dan Francis Bacon "merumuskan" kembali metode empirikal sebagai metode keilmuan, sains Barat tiba-tiba saja mengalami revolusi. Suatu iklim keilmuan yang kelak berpengaruh terhadap gerakan Renaisans di Barat.


PENUTUP
A.    Kesimpulan

Dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abdul-Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur, maka puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-758 M), al-Hadi (775-786 M), Harun ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tahsim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).
1.      Perkembangan intelektual
a.       sains dan tekhnologi
b.      astronomi
c.       matematika
d.      filsafat
e.       kedokteran
f.       sastra
g.      sejarah
h.      hukum
Transmisi pemikiran dan sains Islam ke Barat Abad Pertengahan melewati tahap-tahap sebagai berikut:
a.      Tahap pertama, kelompok sarjana (Barat) mengunjungi wilayah-wilayah Muslim untuk melakukan kajian-kajian pribadi.
b.      Tahap kedua, bermula dari pendirian universitas-universitas pertama Barat. Gaya arsitektur, kurikulum, dan metode dan pengajaran universitas-universitas ini sama dengan yang ada pada seminari-seminari Muslim.
c.       tahap ketiga, sains Muslim ditransmisi ke Prancis dan wilayah-wilayah Barat lewat Itali. Seminari-seminari dari Bologna dan Montpellier didirikan pada awal abad ketiga belas. Baru





DAFTAR PUSTAKA
Syukur fatah, Sejarah Peadaban Islam, PT.Pustaka Rizki Putera, Semarang (Januari 2010)
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Cet. I, (Jakarta: Paramadina, 1995),
Haidar Bagir, "Jejak-jejak Sains Islam dalam Sains Modern", jurnal Ulumul Qur'an, No. 2 Vol. 2 thn. 1989
SJ Fadil, Pasang Surut Peradaban Islam dalam lintasan sejarah,Malang Press, Malang (2008),
Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Islam: Bunga Rampai Kebudayaan Muslim, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986
Syed Mahmudunnashir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994



[1] Syed Mahmudunnashir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1994, hal. 246
[2]  Syukur fatah, Sejarah Peadaban Islam, PT.Pustaka Rizki Putera, Semarang (Januari 2010), h. 94-97
[3] Ibid.,hal.100
[4]  SJ Fadil, Pasang Surut Peradaban Islam dalam lintasan sejarah,Malang Press, Malang (2008),h. 180-188
[5]  SJ Fadil, Pasang Surut Peradaban Islam dalam lintasan sejarah,Malang Press, Malang (2008), h.
.170-171
[6]  Dr. Munawar Ahmad Anees adalah seorang pakar biologi yang bergiat di bidang penemuan filsafat-sains Islam. Banyak berkecimpung dalam pelahiran dan pengembangan jurnal-jurnal ilmiah keislaman yang punya reputasi internasional. Pernah menjadi contributing-editor pada Afkar/Inquiry (London), Editor pada Journal of Islamic Science & International Journal of Islamic and Arabic Studies (Bloomington) dan kini menjabat managing-editor pada Periodica Islamica (Malaysia).
[7]  Haidar Bagir, "Jejak-jejak Sains Islam dalam Sains Modern", jurnal Ulumul Qur'an, No. 2 Vol. 2 thn. 1989, h. 34-35.
[8] Nourouzzaman Shiddiqi, Tamaddun Islam: Bunga Rampai Kebudayaan Muslim, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), h. 67-80.
[9]               Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Cet. I, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 47-48.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flickr Gallery

Recent Posts

Visitor

Flag Counter

GOOGLE TRANLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Get Widget by Google

Recent Comments

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TAMPAT BERBAGI ILMU - All Rights Reserved