Kamis, 19 Juni 2014

MAKALAH FIQIH MU'AMALAH TENTANG RAHN (GADAI)




BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar belakang
Islam agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah (hubungan antar makhluk). Setiap orang mesti butuh berinteraksi dengan lainnya untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka.
Hutang piutang terkadang tidak dapat dihindari, padahal banyak bermunculan fenomena ketidakpercayaan diantara manusia, khususnya dizaman kiwari ini. Sehingga orang terdesak untuk meminta jaminan benda atau barang berharga dalam meminjamkan hartanya.
Dalam hal jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk mencari uang dan salah satunya dengan cara Rahn (gadai). Para ulama berpendapat bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk riba jika memenuhi syarat dan rukunnya.Akan tetapi banyak sekali orang yang melalaikan masalah tersebut senghingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan gadai asal-asalan tampa mengetahui dasar hukum gadai tersebut. Oleh karena itu kami akan mencoba sedikit menjelaskan apa itu gadai dan hukumnya.[1]

1.2.   Rumusan masalah
Dalam proses pembuatan makalah ini tentunya tidak akan terlepas dari beberapa permasalahan yang akan dibicarakan, sehingga dengan demikian
dapat diketahui bersama mengenai pembahasan pokok yang akan dibahas pada makalah ini diantaranya:
1.      Bagaimanakah pengertian rahn
2.      Bagaimanakah dasar hukum rahn
3.      Bagaimanakah hukum-hukum rahn dan dampaknya
4.      Bagaimanakahrukun dan syarat rahn
5.      Bagaimanakah pengambilan manfaat barang gadai
6.      Bagaimanakah riba` dan gadai
7.      Bagaimanakah berakirnya akad gadai

1.3.   Tujuan
Sebagai salah satu kesempurnaan makalah yaitu pentingnya sebuah tujuan terbitnya sebuah makalah. Karena sebuah makalah tanpa adanya tujuan akan menjadikan makalah tersebut tidak bernilai, karena tujuan merupakan salah satu karakteristik pokok dari terbitnya suatu makalah
Oleh sebab itu dalam pembuatan makalah ini terhimpun beberapa tujuan yang sesuai dengan pokok  pembahasan diantaranya:
1.      Untuk mengetahui pengertian rahn
2.      Untuk mengetahui dasar hukum rahn
3.      Untuk mengetahui  hukum hukum rahn dan dampaknya
4.      Untuk mengetahui rukun dan syarat rahn
5.      Untuk mengetahui pengambilan manfaat barang gadai
6.      Untuk mengetahui riba` dan gadai
7.      Untuk mengetahui berakhirnya akad gadai

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian rahn
Menurut bahasa,al-rahn berarti tetap dan lestari,seperti juga dinamakan al-hasabu,artinya penahanan.begitupun dikatakan “ni`matun rohinah”artinya: karunia yang tetap dan lestari.Ar-rahnu juga berati al-tsubut dan al habs,yaitu penetapan dan penahan.[2]
Gadai atau dalam bahasa arab rahn menurut arti bahasa berasal dari kata rahana-rahnan yang sinonimnya:
A.    tsabata yang artinya tetap
B.     dama yang artinya kekal atau langgeng
C.     habasa yang artinya menahan[3]

Sedangkan,dalam dalam dunia perbankan syari`ah biasa disebut dengan agunan dan jaminan.Agunan adalah jamianan tambahan,baik berupa benda bergerak menerima maupun tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syari`ah/UUS,gunah menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas.dari ketentuan pasal 1 angka 26 tersebut terdapat dua istilah,yaitu”agunan dan jaminan”[4]

2.2 Dasar hukum Rahn
Gadai/rahn ialah perjanjian(akad) pinjam meminjam barang dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan hutang.perjanjian gadai itu di benarkan oleh islam,berdasarkan  Q.S al baqarah ayat : 283
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ …. (البقرة : ۲۸۳)
“Apabila kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secar tunai, sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis hendaklah ada barang yang di pegang” (Q.S. 2: 283)
v  Assunnah
عن عائسة ر.ع. ان رسول الله ص.م. أشتر ى من يهودي طعاما ورهنه درعا من حديد
. (روه البخارى والمسلم)
“Dari Siti Ai’sah r.a. bahwa rasulullah saw bersabda: pernah membeli makanan dengan baju besi”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dari ayat dan hadits di atas,jelaslah bahwa gadai hukumnya boleh,baik baik bagi orang yang perjalanan atau tinggal di rumah.[5]

2.3 Hukum hukum gadai dan dampaknya
Ada dua hal yang menjadi pembahasan hokum gadai(rahn):
1.      Hukum gadai yang shahih
2.      Hukum gadai yang ghair shahih
Gadai(rahn) yang shahih adalah akad gadai yang syarat syaratnya terpenuhi,sedangkan gadai(rahn) ghair shahih adalah akad yang syarat syaratnya tidak terpenuhi.
v  Dampak gadai(rahn)
Apabila akad gadai telah sempurna dengan di serahkannya barang yang di gadaikan kepada murtahin,maka timbullah hukum hukum sebagai berkut.
A.    Adanya Hubungan Antara Utang dengan Borg
B.     Hak untuk menahan borg
C.     Menjaga borg
D.    Pembiayaan atas borg.[6]

2.4  Rukun dan syarat rahn
a.       Rukun rahn
Para ulam fikih berbeda pendapat dalam menetapkan hokum rukun rahn.namun bila di gabungkan menurut jumhur ulama,rahn ada lima :
1)      Rahin(orang yang menggadaikan)
2)      Murtahin(orang yang menerima gadai)
3)      Marhun/rahn(objek/barang gadia)
4)      Marhun bih(hutang)
5)      Sighat(ijab kabul)
b.      Syarat-syarat rahn
Para ulam fikih mengemukakan syarat-syarat ar rahn sesuai dengan rukun ar-rahn itu sendiri yaitu :
1.      Para pihak dalam pembiayaan rahn(rahin dan murtahin)para pihak yang melakukan akad rahn harus cakap bertindak menurut hukum(ahliyyah).
2.      Adanya kesepakatan(sighat)atau ijab Kabul
3.      Marhun bih(utang),utang(marhun bih)wajib dibayar kembali oleh debitur(rahin)kepada kreditur(murtahin).utang boleh di lunasi dengan agunan,dan hutang harus jelas serta tertentu(dapat di kuantifikasikan atau di hitung jumlahnya).
4.      Marhun(barang)[7]

2.5  Pengambilan manfaatan barang gadai
Dalam pemanfaatan barang gadai para ulama berbeda pendapat,diantaranya:
Ulama Hanafiyah membolehkannya,sebab membolehkannya adalah apabila orang yang berhutang tidak mampu melunasi hutangnya,barulah ia boleh menjual barang itu untuk melunasi piutngnya,dan apabila ada kelebihan dalam penjualan maka wajib di kembalikan pada pemilik.
Sedangkan ulama Hambali,Maliki,dan Syafi`i tidak membolehkanny sebab,apabila barang jaminan itu di manfaatkan pemegang agunan,maka hal tersebut masuk dalam kategori riba` yang dilarang oleh syara`.[8]
2.6  Riba` dan gadai
Perjanjian gadai pada dasarnya adalah perjanjian utang piutang,hanya saja dalam gadai ada jaminannya,riba` akan terjadi dalam memberikan tambahan gadai yang ditentukan,misalnya,rahin harus memberikan tambahan kepada murtahin ketika membayar hutangnya atau ketika akad gadai di tentukan syarat-syarat,kemudian syarat tersebut di laksanakan.bila rahin tidak mampu membayar hutangnya hingga waktu yang telah di tentukan,kemudian rahin menjual marhun dengan tidak mengembalikan kelebihan harga marhun pada rahin,maka disini telah berlaku terjadinya riba`.[9]
2.7  berakhirnya akad rahn
Berakhirnya akad rahn(gadai),adalah karena hal hal berikut :
a)         Barang telah diserahkan kembali pada pemiliknya
b)         Rahin(penggadai)membayar hutangnya
c)         Dijual secara pakasa
             Maksudnya, yaitu apabila hutang telah jatuh tempo danrahin tidak mampu melunasi maka atas permintaan hakim,rahin bisa menjual borg(barang gadaian).apabila rahin tidak mau menjual hartanya maka hakim yang menjualnya untuk melunasi utangnya(rahin).dengan telah di lunasinya hutang tersebut,maka akad gadai telah berakhir.
Pembatalan hutang dengan cara apapun sekalipun dengan pemindahan oleh murtahin
d)     Pembatalan oleh murtahin,meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin.
e)      Rusaknya barang gadaian oleh tindakan/penggunaan murtahin.
f)       Memanfatkan barang gadai dengan penyewaan,hibah,atau sedekah,baik dari pihak rahin atau murtahin
g)      Meningglnya rahin (menurut Malikiyah) atau murtahin (menurut Hanafiyah). sedangkan syafi`iyah dan Hambali,menganggap kematian para pihak tidak mengakhiri akad rahn.[10]

PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kita ambil sebuah kesimpulan yaitu:
1.      Menurut bahasa,al-rahn berarti tetap dan lestari.
2.      Dasar hokum rahn adalah  Q.S al baqarah ayat : 283 dan Assunnah
3.      Hokum gadai ada 2 yaitu :Gadai(rahn) yang shahih adalah akad gadai yang syarat syaratnya terpenuhi,sedangkan gadai(rahn) ghair shahih adalah akad yang syarat syaratnya tidak terpenuhi.
4.      Rukun dan syarat rahn,dalam hal ini beberapa ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun dan syarat rahn menurut jumhur ulama ada 5
5.      Dalam pemanfaatan barang gadai para ulam berbeda pendapat,diantaranya : ulama hanafiyah yang membolehkan dan ualama hambali,maliki,dan syafi`tidak membolehkan
6.      bila rahin tidak mampu membayar hutangnya hingga waktu yang telah di tentukan,kemudian rahin menjual marhun dengan tidak mengembalikan kelebihan harga marhun pada rahin,maka disini telah berlaku terjadinya riba
7.      Berakhirnya akad rahn(gadai),adalah karena hal hal beriku :
a)      Barang telah diserahkan pada pemiliknya
b)      Rahin(penggadai)membayar hutangnya
c)      Dijual paksa
d)     Pembebasan hutang dengan cara apapun,sekalipun pemindahan oleh murtahin
e)      Pembatalan oleh murtahin  meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin
f)       Rusaknya barang gadaian oleh tindakan/penggunaan murtahin
g)      Memanfaatkan barang gadai dengan penyewaan,hibah,atau sedekah,baik dari pihak rahin atau murtahin
h)      Meningglnya rahin(menurut Mlikiyah) dan/atau murtahin(menurut Hanafiyah).sedangkan syafi`iyah dan Hambali,menganggap kematian para pihak tidak mengakhiri akad rahn

Kritik dan Saran
Tak ada gading yang tak rentak, tak ada manusia yang sempurna di dunia ini, maka dalam pembuatan makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran Dosen pembimbing dan teman-teman bila ada kesalahan, agar makalah ini bisa lebih bermanfaat bagi kita semua.












DAFTAR PUSTAKA
S.Sohari,dan Ru`fah, fikih muamalah, (bogor: Ghalia indonesia, 2011).

Muslich Ahmad wardi, fikih muamalat, (jakarta: amzah,2010).

Wangsawidjaja, pembiayaan bank syari`ah, (Jakarta: Gramedia pustaka utama).


[2]Sohari,S,dan Ru`fah, fikih muamalah, (bogor: Ghalia indonesia, 2011), 157.
[3] Ahmad wardimuslich, fikih muamalat, (jakarta: amzah,2010), 286.
[4] Wangsawidjaja, pembiayaan bank syari`ah, (Jakarta: Gramedia pustaka utama),299 .
[5]Ibid, 308.
[6]Ahmad, fiqih muamalat, …, 304.
[7] Wangsawidjaja, pembiayaan bank syari`ah , ... 310.
[8] Ibid, 313.
[9]Sohari,S,dan Ru`fah, fikih muamalah, … 163.
[10]Wangsawidjaja,pembiayaan bank syari`ah,… 315.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Flickr Gallery

Recent Posts

Visitor

Flag Counter

GOOGLE TRANLATE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Get Widget by Google

Recent Comments

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. TAMPAT BERBAGI ILMU - All Rights Reserved